Citizen Reporter
Sanggar Pabayo Tarigas Menjaga Tegangan Antara Kebudayaan Lokal dan Global
Dalam rentang waktu itulah, muncul kembali cita-cita dan tekad yang kuat untuk mendirikan sanggar seni khususnya tari dan musik daerah.
Penulis: Ridhoino Kristo Sebastianus Melano | Editor: Dhita Mutiasari
Secara etimologi Pabayo itu wadah untuk meletakan sajen ritual adat. Alat ini terbuat dari bambu yang diraut.
“Pabayo kami maknai sebagai wadah menampung peserta didik beeelajar seni budaya daerah. Sementara tarigas itu artinya baik, bagus, cantik.
Pada tanggal 27 April 2006 dibentuklah Sanggar Pabayo Tarigas, yang diketuai oleh Fransiskus Sukardi sendiri dan pembina Bapak Hendrikus Clement, Sekretaris Ismael Edison, dan Bendahara Cristina Angelita Novita.
Sementara para pelatih: Fransiskus Sukardi, Angel, dan Nurhasanah.
Keberadaan Sanggar Pabayo Tarigas ternyata sangat diterima oleh masyarakat dan Pemda Bengkayang, dimana banyak orang tua yang menitipkan anaknya untuk belajar tari dan musik daerah.
Selain itu, Sanggar Pabayo Tarigas ikut membantu Dinas Pariwisata dalam melestarikan seni budaya daerah lewat even kebudayaan di tingkat lokal, provinsi maupun nasional.
Sejarah pertama terukir tahun 2007 dimana Sanggar Pabayo Tarigas mendapatkan 5 medali pada ajang Gawai Dayak Se-Kalimantan di Rumah Betang Sutoyo Pntianak, yaitu cabang tari, pop singer, lukis, pahat, dongeng.
Tahun 2008 menjadi 1 dan mewakili kalbar di Gawai Dayak se-Kalimantan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Selain event nasional Sanggar Pabayo Tarigas juga sering diundang dalam event internasional di Malaysia. “Kami susah tujuh mengikuti Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional) mewakili Kalimantan Barat, dan pada tahun 2016 menjadi juara pertama nasional di Palembang.
Ketika ditanya oleh Maria Goreti mengenai tujuan berdirinya Sanggar ini, Sukardi menjelaskan, ”Pertama, mengangkat seni lokal supaya dikenal di masyarakat luas. Kedua, mengembangkan dan melestarikan tari dan musik daerah, Ketiga, emberikan wadah pembinaan seni budaya daerah bagi generasi muda dan terakhir, membantu Pemerintah daerah dalam melestarikan dan mengembangkan seni tari dan musik dalam masyarakat luas.” Imbuhnya dengan nada lantang.
Feredico Vony (salah satu anggota sanggar yang saat ini tinggal di Pontianak) mengatakan pengalamannya di sanggar.
“Di Sanggar kami bukan hanya dibina untuk mahir dalam bermusik dan tari tradisional, kami juga dibina tentang hidup dalam menghargai perbedaan, disiplin waktu, dan mencintai seni dan budaya lokal, itu yang saya alami dan rasakan tentang peran sanggar ini. Saya ingin terus mengajak kawan-kawan agar lebih mengenal tentang seni dan budaya lokal sehingga untuk memperkenalkan budaya lokal di mata dunia akan menjadi lebih mudah, agar Indonesia kuat dengn seni dan budaya.” Demikian harapan dan kesannya terhadap Sanggar Pabayo Tarigas.
Di akhir pertemuan itu, Maria Goreti berpesan agar anak-anak sanggar menjadi agen-agen perubahan yang memiliki karakter, berpikir global, tetapi bertindak local.
“Kita sedang hidup di zaman globalisasi dimana nilai-nilai local akan mendapat tantangannya tetapi kita tidak boleh juga menutup diri terhadap budaya mondial. Yang perlu diberdayakan adalah bagaimana kita bisa menyaring budaya yang masuk dengan karakter kita sebagai orang Indonesia” kata senator yang akan terus berjuang di jalur politik ini. (*)