DBD Renggut Anak Semata Wayang, Muhammad Sayangkan Sisi Lain Pelayanan Kesehatan

"Apakah seperti itu pelayanan yang diberikan, bagaimana kalau tidak ada orang dalam yang menelpon pasti kami tidak bisa masuk...," pungkasnya.

Penulis: Syahroni | Editor: Dhita Mutiasari
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ SYAHRONI
Kasur tempat pembaringan terakhir Alm Zahratussyifa (4) anak semata wayang pasangan Muhammad dan Hairiyah yang meninggal karena DBD, Rabu (17/1/2018) 

Sore hari itupun ia langsung membawa sibuah hati yang telah hilang keceriaannya seperti hari-hari sebelumnya ke Rumah Sakit Kota Pontianak, RSUD Sultan Syarief Muhammad sekitar pukul 15.00 WIB.

Namun sayang ia ceritakan ketika sampai disana anaknya tak kunjung ditangani oleh petugas medis.

Ia ingat betul sekitar setengah jam hingga 1 jam baru ditangani itupun karena pihak ketiga menelpon rumah sakit dan pihak ketiga itu merupakan atasannya bekerja dikantor yang enggan disebutnya.

"Kami langsung di rs Kota dan sekitar jam 3 sore, kami tidak bisa masuk alasannya ICU dan kamar penuh. Ada petugas berkata, dari ICU sampai ruangan perawatan penuh, padahal saat itu anak saya kondisinya sangat lemas dan masih tetap digendong," ceritanya lirih.

Hal yang membuatnya kecewa walaupun telah terima dengan keadaan yang harus merenggut anaknya adalah petugas medis yang ada di RS Sultan Muhammad mengatakan "Terserah bapak mau bawa kemana, bisa di Bhayangkara dan Soedarso. Itupun saya sendiri yang menelpon di Bhyangkara ternyata penuh juga. Jadi dia bilang lagi teserah bapak mau dibawa kemana," ujarnya.

Kemudian ada pihak ketiga tempat ia bekerja dan merupakan atasannya menelpon di RS Sultan Muhammad, barulah anaknya dimasukan di UGD dan setelah itu dibawa ke kamar perawatan.

Hanya satu malam di RS Kota Pontianak Sultan Muhammad, ayah yang baru saja kehilangan anak semata wayang ini menceritakan jika anaknya harus dirujuk di RS Soedarso tepatnya sore Selasa (16/1/2018).

Bahkan ketika dirujuk di Soedarso, pihak Soedarso juga mengatakan kamar penuh dan pihaknya masih memprioritaskan penanganan pasien yang masih menunggu antrean.

Muhammad tak kehabisan akal, ia pun mengadu pada pihak ketiga yang merupakan atasannya tersebut.

Setelah atasannya menelpon pihak RS Soedarso, ternyata anaknya boleh dibawa dan dirawat di ICU RS Provinsi tersebut.

Namun tak sampai semalam, sekitar pukul 2 subuh nasib berkata lain, anak semata wayang yang baru empat tahun dilahirkan istrinya menghembuskan nafas terakhir ditempat tidur ICU RS Soedarso.

Muhammad pun meluapkan kesahnya dengan bertanya-tanya apakah seperti itu pelayan yang diberikan pihak RS terhadap masyarakat.

Ia merasa ada sesuatu yang janggal dipikirannya karena bisa masuk perawatan setelah pihak ketiga menelpon RS yang ada, jika tak demikian selalu dibilang tak ada ruangan, padahal ia merupakan pasien umum yang tak menggunakan BPJS.

"Apakah seperti itu pelayanan yang diberikan, bagaimana kalau tidak ada orang dalam yang menelpon pasti kami tidak bisa masuk merawat anak kami," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved