Citra Golkar dan Peluang Airlangga
Survei itu dimaksudkan untuk mengukur elektabilitas partai politik dan calon presiden, serta tingkat kepuasan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Partai Golkar yang berkuasa selama Orde Baru, kini nasibnya diramalkan bakal terpuruk di Pemilu 2019.
Penyebabnya apa lagi kalau bukan dugaan keterlibatan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dalam perkara korupsi KTP elektronik, yang menggerus tingkat elektabilitas partai berlambang pohon beringin itu.
Sejumlah survei menempatkan Golkar di posisi ketiga dalam perolehan suara pada Pemilu 2019. Hasil survei Organisasi Kesejahteraan Rakyat (Orkestra) pada 6-20 November 2017, elektabilitas Partai Golkar tinggal 7,3 persen. Ketua Umum Orkestra, Poempida Hidayatulloh, mengatakan survei melibatkan 1.300 responden dari 34 provinsi.
(Baca: Golkar Kalbar Akhirnya Dukung Munaslub )
Survei itu dimaksudkan untuk mengukur elektabilitas partai politik dan calon presiden, serta tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Polemik dualisme di tubuh Golkar dan kepemimpinan Setya Novanto yang tersandera kasus di KPK, cukup berpengaruh terhadap elektabitas Partai Golkar," ujar Poempida, di Jakarta, Minggu (3/11/2017).
(Baca: Sakralnya Sambutan Pihak Mapolda Kalbar Pada Brigjen Pol Didi Haryono )
Sejumlah pihak mewanti-wanti, jika perombakan kepemimpinan tidak segera dilakukan, prediksi itu betul-betul terjadi, yakni Golkar benar-benar terpuruk. Bahkan mantan Ketua Umum Partrai Golkar Akbar Tanjung mengkhawatirkan, Golkar bisa tamat di Pemilu 2019 gara-gara Setya Novanto, kalau tren penurunan sampai 6 persen, 5 persen bahkan 4 persen.
Terpaan angin korupsi lebih dahsyat daripada terpaan angin perubahan politik. Melihat kondisi tersebut, partai tersebut harus segera mencari sosok ketua umum yang baru dan menguatkan kekompakan seluruh kader di internal partai.
"Pak Airlangga bagus, dia figur yang bersih dan baik. Diperlukan kelompok yang kuat dan bersih, agar citra Golkar bangun lagi," ujar Poempida.
Partai Golkar semestinya belajar dari dari pengalaman buruk Partai Demokrat dan PKS. Partai Demokrat yang pernah merasakan kencangnya guncangan angin korupsi. Perolehan suara partai ini anjlok pada Pemilu 2014 jika dibandingkan dengan Pemilu 2009 akibat ketua umumnya, Anas Urbaningrum, serta sejumlah pengurus inti partai terlibat korupsi.
Demikian pula dengan Partai Keadilan Sejahtera. Akibat ketua umumnya terlibat korupsi, citra partai berbasiskan agama ini ambruk dan berdampak pada menurunnya perolehan suara partai pada Pemilu 2014 jika dibandingkan dengan Pemilu 2009.
Celakanya, Partai Golkar seperti mengulur-ngulur waktu, tak segera mengambil langkah konkret untuk memulihkan citra partai, dengan mencari pengganti Novanto.
Namun perkembangan terbaru, rupanya kini sedang berlangsung upaya keras untuk mempersiapkan pengganti Novanto.
Nama Airlangga Hartarto yang kini masih duduk sebagai Menteri Perindustrian digadang-gadang sebagai calon kuat pengganti Setya Novanto karena tiga faktor, yang dipandang bisa menyelamatkan Golkar.
Ketua DPP Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita, di Jakarta, Minggu (3/12/2017) menjelaskan, ketiga faktor tersebut, Airlangga memiliki integritas seperti yang ditampilkan dalam rekam jejaknya. Kedua, sebagai orang yang banyak membantu pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Airlangga adalah orang yang tepat untuk menjaga komitmen Partai Golkar mendukung pemerintahan.
Ketiga, bagaimanapun perubahan di Partai Golkar harus dilakukan secara elegan. Tidak mencederai orang-orang yang mungkin berseberangan. Airlangga memiliki prasyarat, baik individual maupun secara politik, untuk mewujudkan penyelamatan partai. Dia bersih dan tidak punya masalah hukum.
Kita yakin Partai Golkar tidak akan mengorbankan citranya hanya untuk upaya pemulihan nama baik individu yang sedang tersangkut kasus hukum.
Menyelamatkan Golkar punya arti strategis bagi demokrasi dan dukungan untuk pemerintahan.
Bukankah tak ada demokrasi tanpa politik dan tidak ada politik tanpa partai politik. Sebagai partai besar dan berpengalaman, Golkar adalah satu di antara pilar besar yang menyangga bangunan demokrasi kita. (*)