Tetes Air Mata Iringi Keluarnya Telur Penyu di Paloh

Penyu ini kan sensitif terhadap cahaya, jangan sampai disinari dari depan bisa kena matanya, bisa membuat mata penyu rentan rusak

Penulis: Destriadi Yunas Jumasani | Editor: Jamadin
TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS JUMASANI
Empat siswa SMP Pelita Cemerlang menyaksikan Penyu Hijau yang bertelur di sektor 5, Pantai Sungai Belacan, Desa Sebubus, Kec Paloh, Kab Sambas, Kalimantan Barat, Minggu (5/11/2017) malam. Telur penyu yang berada jauh dari camp akan dipindahkan ke lokasi terdekat agar memudahkan pengawasan telur penyu hingga bertelur. 

Tiba di lokasi peneluran, kami melihat jejak kaki penyu yang masih segar naik ke daratan dengan lebar lebih dari 100 Cm. Jejak yang masih
segar tersebut terlihat sedikit agak berkelok namun konstan yang menandakan saat itu penyu tidaklah tegak lurus saat naik ke daratan.
Arah jejak penyu berakhir di semak-semak yang dipenuhi tumbuhan beranting dan pandan duri.

“Biasanya ada yang nunggu berjam-jam, ada yang nunggu sampai subuh, baru bisa dapat penyu yang naik tapi belum tentu juga bertelur di
situ, karena penyu bakal mencari suhu yang tepat untuk bertelur, lah ini sebentar saja kalian di camp sudah ada yang naik dan sudah
bertelur malahan,” ujar Pak Tam.

Waktu penyu untuk naik ke daratan membuat sarang bertelur memang tidak ada yang bisa memprediksi, sehingga peran ketiga petugas tersebut
sangat lah penting untuk patroli secara terus menerus di pesisir pantai, terlebih di saat musim penyu bertelur.

Ritual penyu yang naik ke daratan pun bukanlah sebentar, satu penyu bisa menghabiskan waktu sekitar dua jam dari naik hingga membuat lubang bertelur.

“Untuk mengambil gambar yang memerlukan cahaya, baru bisa kita lakukan saat penyu sudah mulai bertelur,” tutur Pak Tam.

Sebelum mulai pengambilan gambar, Pak Tam memberikan arahan kepada kami tentang tata cara pengambilan gambar penyu. Bantuan cahaya yang
digunakan untuk memberikan penerangan diberikan dari belakang ataupun samping penyu. “Penyu ini kan sensitif terhadap cahaya, jangan sampai
disinari dari depan bisa kena matanya, bisa membuat mata penyu rentan rusak,” jelas Pak Tam.

“Penyu ini paling takut lampu kalau ada lampu mereka dak mau datang, apa lagi kalau lampu warna merah, itu takut sekali mereka, beda dengan
tukik yang malah mendatangi cahaya,” tambahnya.

Setelah mendapat instruksi dari Pak Tam dan timnya yang sudah menyatakan aman untuk pengambilan gambar, kami pun langsung menuju
lubang pasir dengan lebar dan dalam kurang lebih satu meter tersebut.

Satu persatu butir telur penyu yang berwarna putih seukuran bola ping pong berjatuhan dari kloaka yaitu lubang bertelur penyu sekaligus
saluran penceranaan dan genital. Tetesan air mata yang keluar dari kedua mata penyu menggambarkan rasa sakit penyu betina saat
mengeluarkan ratusan telur penyu tersebut. 

Selesai mengeluarkan semua isi telurnya, penyu kemudian menutup lubang dengan mengibaskan kedua tungkai depannya. Pasir yang terbang dari
kibasan kaki depan penyu bisa mencapai jarak lebih dari setengah meter.

“Hati-hati pas dibelakangnya, kuat kibasan pasirnya, hati-hati masuk mata,” ujar Pak Tam memperingatkan kami yang sudah tidak sabar untuk mengabadikan momen tersebut.

Usai merapikan lubang bertelurnya yang penyu buat untuk menjaga suhu pengeraman telur serta menjaga dari predator, penyu pun dengan
perlahan menuruni pasir menuju ombak lautan. Sekitar setengah jam waktu yang diperlukan penyu untuk turun dari lokasi sarang hingga
tidak terlihat lagi ketika dijemput ombak. Selain karena geraknya yang lambat, penyu juga kerap beristirahat sebentar seperti manusia yang
mengambil nafas sejenak usai berlari.

"Tadi sudah kita ukur lebar  karavas (cangkang) sekitar 93 centimeter dan panjangnya sekitar 96 centimeter jenisnya penyu hijau. Di dekat sana ada juga penyu yang sudah selesai bertelur, dan penyunya sudah turun tadi, jadi malam ini ada dua penyu yang bertelur dalam waktu hampir bersamaan,” seru Pak Tam.

Berada di lokasi yang cukup jauh dari pengawasan, terpaksa telur yang menjadi bakal tukik (anak penyu) dipindah dari lokasi awal menuju
sekitaran camp agar mudah diawasi. Lubang pengganti akan dicarikan suhu yang sesuai dengan lubang asal, sehingga telur akan berada di
dalam pasir dan menetas sempurna dalam usia pengeraman selama 44 hari.

"Harus kita awasi ketat, jadi memudahkan jika dipindah dekat camp, selain itu mengurangi resiko telur busuk akibat air laut pasang, dan
menjauhkan dari predator alaminya, termasuk oknum-oknum masyarakat yang mencuri telur penyu,” tutur Pak Tam.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved