LDII Ingatkan Pemerintah Tak Abai Masalah Pemuda, Hidupkan Kembali Lembaga-lembaga Ini

"Namun, bonus demografi ini bisa menjadi petaka demografi bila pemerintah mengabaikan permasalahan yang dihadapi para pemuda,"

ISTIMEWA
Ketua DPP LDII Prasetyo Soenaryo. 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ridhoino Kristo Sebastianus Melano

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) memaknai peringatan Hari Sumpah Pemuda (HSP).

Bagi DPP LDII, HSP sebagai pengingat bagi masyarakat dan pemerintah, mengenai peran pemuda dalam pembangunan nasional dan keberlangsungan hidup bangsa.

Bangsa Indonesia bakal menikmati bonus demografi pada 2020-2035, dengan populasi penduduk diprediksi 70 persen usia produktif.

"Namun, bonus demografi ini bisa menjadi petaka demografi bila pemerintah mengabaikan permasalahan yang dihadapi para pemuda," ungkap Ketua DPP LDII Prasetyo Soenaryo melalui press release yang diterima Tribun Pontianak (28/10/2017).

(Baca: LDII Kalbar Dorong Peningkatan IPM, Yakini Mampu Hadapi Kompetisi Global )

Sejarah mencatat dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan, pemuda mampu mewujudkan persatuan untuk melawan penjajah.

Sementara kondisinya jauh berbeda dengan pemuda saat ini.

Nasionalisme pemuda mulai luntur disaat menghadapi kian menyempitnya dunia akibat kemajuan teknologi informasi yang membuat dunia tanpa batas.

"Yang memicu tumbuhnya ideologi hedonisme akibat terpaan budaya konsumerisme, yang dimainkan industri melalui iklan-iklan yang ditayangkan secara global," ujarnya.

(Baca: Usai Video MesumnyaTersebar, Siswi Samarinda Lakukan Hal Berani Ini )

Selain itu, pendidikan Indonesia yang lebih mengutamakan prestasi akademik dan mengabaikan keteladanan, membuat para pemuda hanya tahu berkompetisi dan kehilangan daya nalar, memahami lingkungan, tenggang rasa, hingga gotong royong.

Para pemuda saat ini, menjadi pemuda yang individualistis dan lebih suka mementingkan diri sendiri.

Pelajaran yang bertumpuk di luar kapasitas kemampuan berpikir anak-anak, hanya memicu stres.

"Inilah yang mengganggu tumbuh kembang anak-anak atau pemuda,” kata Prasetyo yang juga pendiri dan Ketua Paradigma Institute.

(Baca: Tanggapi Bujang Dare Terpilih, Begini Tanggapan Sutarmidji )

Sebagai solusi, Prasetyo meminta kepada pemerintah untuk melakukan penguatan keluarga dan perbaikan kesejahteraan, yang paralel dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Penguatan keluarga dalam bentuk memberikan edukasi atau nilai kepada orangtua, agar mampu mendidik anak-anak mereka dengan baik.

Langkah lain kebijakan pemerintah yang bisa ditempuh adalah dengan kembali menghidupkan, mendorong, dan membantu lembaga-lembaga kepemudaan.

Baik di kampus maupun di kampung-kampung sebagai wahana penyaluran kreativitas sekaligus wahana membentuk karakter pemuda.

(Baca: Ini Makna Sumpah Pemuda Bagi Generasi Milenial )

Pengabaian pendidikan dan pembentukan karakter pemuda yang mulia, merupakan langkah sistematis menghilangkan sebuah negara dan juga bangsa.

"Inilah yang harus menjadi kesadaran bersama dalam Hari Sumpah Pemuda," ungkapnya.

Bila Bung Karno di zaman lampau hanya meminta 10 pemuda untuk mengguncang dunia.

Hari ini, analogi 10 pemuda terbilang sulit untuk mengguncang dunia, karena pemuda era digital lebih sibuk ribut satu sama lain, mementingkan diri sendiri, dan abai lingkungan sekitar.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved