Hanya di AS, Pelaku Penembakan Brutal yang Tewaskan 58 Orang Tidak Disebut Teroris

Warganet dan sejumlah media asing menyampaikan protes atas penembakan di sebuah festival musik di Amerika Serikat (AS) yang tidak dianggap sebagai

Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
David Becker | Getty Images | AFP
Penonton Festival Musik Country di Las Vegas berlindung di balik tembok dari serangan tembakan dari hotel di seberang jalan. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Warganet dan sejumlah media asing menyampaikan protes atas penembakan di sebuah festival musik di Amerika Serikat (AS) yang tidak dianggap sebagai aksi teror.

Peristiwa penembakan terjadi di dekat Hotel dan Kasino Mandalay Bay, sebuah resort di Las Vegas, Nevada, AS, Minggu (1/10/2017) malam.

Semua berawal saat suara tembakan terdengar di tengah gelaran sebuah festival musik country.

(Baca: Ternyata Begini Gedung Pontianak Convention Center Dilihat dari Ketinggian )

Arah tembakan dikatakan datang dari lantai 32 hotel dan kasino tersebut.

Sheriff Joseph Lombardo dari Departemen Kepolisian Metropolitan Las Vegas mengonfirmasi bahwa pelaku penembakan yang tewas bernama Stephen Paddock, seorang pria berusia 64 tahun.

Paddock diyakini mengakhiri nyawanya sebelum polisi memasuki kamar hotel yang ditinggalinya.

Biro Investigasi AS (FBI) mengatakan bahwa pihaknya mendapati Paddock "tidak memiliki hubungan dengan kelompok teroris internasional" manapun.

(Baca: Kondisi Bangunan Ruko Akibat Ambruknya Dermaga Terpadu Sambas )

Lombardo juga mengatakan polisi hingga kini masih belum mendapat informasi apapun yang dapat memberi masukan soal motif serangan itu.

Departemen Kepolisian Metropolitan Las Vegas akhirnya tidak menangani dan menganggap insiden tersebut sebagai serangan terkait terorisme.

Dalam pernyataannya di Gedung Putih, Senin (2/10/2017), Presiden AS Donald Trump hanya menyebut insiden itu sebagai "aksi murni kejahatan".

(Baca: SMKN 5 Pontianak, Satu Diantara 125 SMK se Indonesia Yang Direvitalisasi )

Trump disebut seakan sengaja tidak mendeskripsikan kejadian itu berkaitan dengan terorisme dalam negeri.

Padahal, menurut hukum yang berlaku di Nevada, motif sebenarnya tidak diperlukan untuk memastikan apakah sebuah serangan dapat disebut terkait terorisme.

Dalam sebuah undang-undang yang terkait, dijelaskan bahwa aksi terorisme adalah "aksi yang melibatkan penggunaan atau upaya sabotase, paksaan, atau kekerasan yang dimaksudkan untuk mengakibatkan korban jiwa atau kematian bagi populasi umum".

(Baca: Pemuda Ini Nyanyi Lagu Perpisahan di Pesta Pernikahan Mantan! Warganet: Tanda Akhir Zaman )

Tidak dianggapnya insiden penembakan tersebut sebagai aksi terorisme dan Paddock sebagai teroris menuai kritik dan protes dari warganet.

"Hanya di AS, pelaku penembakan massal paling mematikan di sepanjang sejarah AS bisa sampai tidak disebut teroris karena merupakan ras kulit putih," cuit akun @ShaunKing.

"Pelaku disebut serigala penyendiri (lone wolf). Penembak lokal. Pria bersenjata. Apapun itu, kecuali teroris. Tanya kenapa," kata akun @ava.

"58 orang tewas. Lebih dari 400 orang di rumah sakit. Dan kita terus menyebut serangan ini sekadar aksi SERIGALA PENYENDIRI? Harusnya TERORISME, karena memang itu yang terjadi," cuit akun @emmyrossum.

(Baca: Ketika Jelly Jelo Masuk Ruang Ganti Inter Milan, yang Terjadi Bikin Kamu Ngiri )

Sejumlah artikel media asing, termasuk di Vogue, juga menyuarakan opini tidak setuju atas anggapan tersebut.

"Hampir semua laporan berita yang saya temukan berulang mengatakan bahwa Paddock tidak terkait dengan kelompok teroris manapun," tulis Michelle Ruiz, seorang kolumnis di Vogue.

"Polisi setempat juga mengatakan mereka tidak menangani insiden itu sebagai terorisme. Tapi mungkin seharusnya kita, sebagai rakyat, harus menganggapnya demikian," lanjutnya.

(Baca: Dinas PUPR Gelar Konsultasi Publik Rencana Pembangunan Jembatan Sungai Sambas Besar )

Artikel tersebut kemudian membandingkan aksi Paddock dengan pelaku-pelaku penembakan berkulit putih seperti Dylann Roof dan Adam Lanza.

"Bahkan, menurut sebuah artikel di Vox, sejak Trump menjabat, lebih banyak warga AS tewas ditembak pelaku penembakan ras kulit putih, ketimbang teroris berlatar muslim atau warga asing," tambah Ruiz.

Menurut perbaruan informasi dari kepolisian, disebutkan korban cedera sudah berjumlah 572 orang, yang semua sudah mendapat perawatan di rumah sakit.

Sedangkan jumlah korban tewas telah mencapai setidaknya 59 orang, menjadikan insiden tersebut sebagai kejadian penembakan massal paling mematikan sepanjang sejarah AS. 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved