Public Service

Polemik Senpi Kontraproduktif

Jenderal TNI Gatot Nurmantyo membenarkan dirinya yang berbicara dalam video yang viral di media sosial.

Penulis: Ahmad Suroso | Editor: Rizky Zulham
Twitter.com
Pernyataan Panglima Gatot dengan Twitt Admin TNI-AU. 

Tagar itu sempat menjadi trending topic di Twitter. Tagar tersebut menggunakan link URL sebuah berita di website www.perangbintang.com, beralamat IP di 198.185.159.145 yang berada di Naples, Florida, Amerika Serikat.

Pagi 24 September isu kian memanas karena beredar berita melalui WhatsApp Group yang mengutip situs perang bintang.com.

"Padahal di berita itu hanya wawancara fiktif seolah-olah Kepala BIN diwawancarai. Padahal tidak pernah dan tidak jelas lokasi wawancaranya. Tujuannya jelas fitnah dan menyesatkan," kata Ridlwan.

Sebelum isu itu berkembang liar, pemerintah cepat memberikan klarifikasi terkait pernyataan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, seperti disampaikan Menkopolhukam Wiranto.

Dalam keterangan, Minggu (24/9), Wiranto menuturkan institusi yang memesan adalah Badan Intelejen Negara (BIN) sebanyak 500 pucuk senjata api, untuk pelatihan intelejen.

Perizinan senjata itu dilakukan BIN ke Mabes Polri, bukan ke TNI. Hal ini karena senjata yang dipesan BIN dari Pindad bukan spesifikasi militer.

Apa yang disampaikan Menkopolhukam Wiranto selaku wakil resmi pemerintah semoga bisa menghentikan isu yang telah memicu kegaduhan dan keresahan publik, sehingga tidak melebar kemana-mana.

Apa yang disampaikan Wiranto dalam upaya menenangkan suasana sudah tepat dan terukur.

Polemik pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot yang menyebut ada institusi non-militer akan mendatangkan 5000 pucuk senjata sudah selesai, ketika Menkopolhukam menyampaikannya.

Bahwa jumlahnya tidak 5000 dan keperluannya untuk pelatihan BIN dan itu sah menurut APBN kemudian dibeli dari Pindad, bukan diselundupkan dari luar negeri.

Ke depan, kita juga berharap, petinggi negara untuk tak terburu-buru menyampaikan informasi ke publik bila hanya sebatas isu.

Apalagi, polemik yang muncul justru kontraproduktif.

Kasus itu harus menjadi pembelajaran penting. Bahwa kalau jadi pemimpin kita harus hati-hati bicara.

Apalagi kalau yang berbicara itu Panglima. Seharusnya, Panglima TNI sebagai salah satu pembantu Presiden menyampaikan informasi kepada user atau Presiden Joko Widodo. (*)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved