Potret Murid SDN 9 Kederas

Lewati Jalan Seperti ini, Para Murid SDN 9 Kederas Sintang Bertarung dengan Maut Saat ke Sekolah

Untuk meniti jembatan terbuat dari batang pohon tebedak air seukuran dekapan orang dewasa ini perlu pandangan fokus dan kehati-hatian.

Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Mirna Tribun
TRIBUNPONTIANAK/RIZKY PRABOWO RAHINO
Siswa SDN 9 Kederas, Dusun Kederas Hulu, Desa Dedai Kanan, Kecamatan Dedai melintasi jembatan setapak yang menjadi alternatif menuju sekolah, Senin (10/4/2017) siang. 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINTANG – Masyarakat Dusun Kederas Hulu, Desa Dedai Kanan, Kecamatan Dedai berharap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sintang membangun jembatan representatif sebagai akses alternatif menuju sekolah yang berjarak sekitar 41 Kilometer (Km) dari Kota Sintang.  

Pasalnya, jembatan setapak alternatif yang dilintasi Siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) 9 Kederas saban hari, saat ini kondisinya memprihatinkan.

Baca: 650 Perlengkapan Sekolah dari Presiden Jokowi Siap Dikirim Untuk Siswa di Lima SDN di Bengkayang

Untuk meniti jembatan terbuat dari batang pohon tebedak air seukuran dekapan orang dewasa ini perlu pandangan fokus dan kehati-hatian.

Siswa-siswi harus memegang erat batang bambu berdiameter seperti bola kasti dan kayu tebedak air ukuran sedang yang terpaku membentang di sisi kanan dan kiri jembatan.

Kondisi batang kayu pijakan juga kian tua, ini ditunjukkan dengan mengelupasnya lapisan kulit luar. Hal ini membuat permukaan kayu licin, terutama usai hujan turun.

Apabila nasib tak mujur, karena langkah kurang terukur.

Bisa saja pelintas terpeleset dan jatuh ke Sungai Temutok yang kini airnya surut.

Ketinggian jembatan dari dasar Sungai Temutok sekitar 6 meter.

Kepala Dusun (Kadus) Kederas Hulu, Kiana menerangkan kendati jembatan alakadarnya itu merupakan jalan alternatif, keberadaannya sangat membantu masyarakat setempat. Saban hari, masyarakat dan anak sekolah ramai melintasinya.

“Ini jembatan alternatif, karena lebih dekat ke sekolah. Kalau lewat jalan lain itu sekitar 600 meter dan mutar. Masyarakat dan anak sekolah lebih memilih lewat sini. Orangtua hanya tinggal turunkan anak di sini,” ungkapnya saat diwawancarai Tribun Pontianak, Senin (10/4/2017) siang.

Kiana menceritakan jembatan yang dibangun sejak tiga tahun lalu ini kerap diperbaiki warga secara swadaya.

Perbaikan dilakukan pada beberapa bagian penyusun jembatan yang alami pelapukan seperti pegangan bambu dan tiang penyangga.

“Ada dua jembatan setapak. Satu berpegangan dan satu tidak berpegangan. Siswa yang jatuh itu pernah terjadi, namun tidak seringkali. Namun, kekhawatiran kita selaku masyarakat di sini. Takutnya tanpa dilihat orangtua yang menjaganya itu kan, takut jatuh atau apa. Itu yang kita khawatirkan,” jelasnya.

Setidaknya tiga kali dalam setahun, wilayah setempat dan sekolah dikepung banjir.

Saat musim banjir, jembatan itu dipastikan tenggelam.

Keadaan ini membuat orangtua siswa harus mengantar anaknya menggunakan sampan, karena tidak semuanya siswa-siswi bisa berenang.

Usulan pembangunan jembatan alternatif yang representatif pernah disampaikan ke pihak desa, lantas pihak desa juga telah menyampaikan ke forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kecamatan. Kini, msyarakat menunggu realisasi usulan.

“Kami minta kepada pihak pemerintah dan instansi terkait, tolong lah kami di sini. Selaku masyarakat hanya bisa bersuara dan mengajukan usulan. Kenapa ? Ini agar anak-anak di sini bisa lancar proses belajar-mengajarnya. Terutama saat akan ke sekolah tidak mengalami hambatan,” pintanya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved