Pemkab Sintang Berupaya Ubah Status Kawasan Hutan

Tapi sebagai bagian dari upaya, Pemkab Sintang sudah ajukan perubahan status. Kami akan terus berjuang mengubah status itu,

Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID / RIZKY PRABOWO RAHINO
Suasana dialog interaktif RRI di Balai Pegodai, Rumah Dinas Wakil Bupati Sintang, Kamis (9/3/2017) 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINTANG -  Ruang menjadi satu diantara komoditi mahal dan eksklusif. Sebab, ruang cenderung kian sedikit dan tidak sebanding dengan jumlah penghuni ruang dengan segala kepentingannya yang meningkat dan kompleks.

Berdasarkan kenyataan itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sintang menegaskan ruang perlu ditata dan direncanakan ke depan.

“Sebagai bukti komitmen, Pemkab Sintang bersama DPRD Sintang telah sahkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 20 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sintang Tahun 2016-2036,” ungkap Wakil Bupati Sintang Askiman saat dialog interaktif RRI di Balai Pegodai, Rumah Dinas Wakil Bupati Sintang, Kamis (9/3/2017). 

Askiman menerangkan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) memperhatikan beberapa hal diantaranya lahan untuk pusat pemukiman dan kawasan strategis, pengelolaan sarana dan prasana, pengelolaan pertanian, perkebunan, pariwisata, kawasan hutan lindung, mitigasi bencana, ketahanan, serta keamanan negara.

“Saat ini ada 41 desa masih masuk kawasan hutan. Dampaknya, masyarakat tidak bisa membuat sertifikat rumah dan memiliki tanah mereka,” terangnya.

Pemkab terus berupaya keras mengeluarkan 41 desa itu dari status kawasan hutan. Namun diakui orang nomor dua di Bumi Senentang bahwa prosesnya tidak mudah.

“Tapi sebagai bagian dari upaya, Pemkab Sintang sudah ajukan perubahan status. Kami akan terus berjuang mengubah status itu,” katanya.

Status kawasan hutan diakui menjadi tantangan luar biasa dalam pembangunan Kabupaten Sintang. Seperti contoh di wilayah Kecamatan Ambalau, Serawai, Kayan Hulu, Ketungau Hulu dan Ketungau Tengah. Pembangunan di wilayah tersebut perlu izin dari Pemerintah Pusat.

“Contoh kasus saat Pemkab Sintang ingin bangun SMP di Desa Suak Medang, Kecamatan Ketungau Hulu. Itu tidak bisa direalisasikan karena tanahnya masuk kawasan hutan. Sertifikatnya tidak bisa diurus. Padahal jumlah siswa sudah memenuhi syarat pembangunan SMP baru,” jelasnya.

Selain itu, pembangunan jalan juga ada yang harus menabrak kawasan hutan produksi. Otomatis hal ini mengakibatkan status hutan juga harus diubah dulu. Untuk menata Kota Sintang dan mengurai kemacetan masa mendatang, Pemkab Sintang juga sudah rancang pembangunan Jalan Ringroad dari Sungai Ana menuju Nenak dan jembatan rangka baja di Kecamatan Dedai.

“Selain itu, Pemkab memperbanyak Ruang Terbuka Hijau (RTH). Di belakang Taman Entuyut dan Galeri Pasar Seni  juga akan dibangun alun-alun luas,” tukasnya. 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved