Hangout Buku

Sikapi Perubahan Zaman Dalam Berbagai Tema

Pada zaman yang relatif lebih mutakhir, pernah pula dikenal istilah “in between”, yang lebih mengacu pada sikap tengah-tengah gaya Aristoteles serta..

Penulis: Ayu Nadila | Editor: Mirna Tribun
TRIBUNPONTIANAK/LISTYA SEKAR SIWI
Buku Rakyatisme karya Alois A Nugroho yang menyikapi perubahan zaman dalam bebagai tema. 

Laporan Wartawati Tribun Pontianak, Listya Sekar Siwi 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Bagaimana kita menyikapi semua perubahan semangat zaman ini? Pada zaman Yunani Kuno, manusia sudah dapat merumuskan bahwa sikap manusia yang bijak ialah phronesis.

ltulah setidaknya yang hendak dikatakan oleh seorang lilsuf besar Yunani bernama Aristoteles (384-322 SM). Pada zaman kasultanan Yogyakarta (Ngayogyakarta Hadiningrat), ada juga yang merumuskan bahwa hidup seorang manusia yang  bajik adalah hidup yang berpedomankan 3-sa, sa-cukupe', sa-penake', sa-butuhe’ (secukupnya, seenaknya, sebutuhnya). Itulah yang dikatakan oleh Ki Ageng Suryomentaram (1892-1962).

Pada zaman yang relatif lebih mutakhir, pernah pula dikenal istilah “in between”, yang lebih mengacu pada sikap tengah-tengah gaya Aristoteles serta sikap “tak kurang, tak lebih" dari Suryamentaram.

Sikap itulah yang dianut oleh Pak Jakob Oetama, salah seorang pendiri Kompas.

ltulah pula semangat yang ada di balik kumpulan tulisan ini.

Semangat itu dihidupi dan dihidupkan oleh para pengelola dan para pendukung Kompas sejak awal Orde Baru dan memasuki Orde Reformasi.

Apakah semangat itu sekarang, pada masa internet ini, sudah tidak lagi menjadi “semangat zaman”? Kita serahkan saja pada sejarah, pada anak cucu kita kelak untuk menjawabnya.

Satu diantara perbedaan mencolok antara Orde Baru dan Orde Reformasi terletak pada cara penggunaan bahasa dalam kehidupan politik.

Zaman Orde Baru adalah zaman yang eufemistis, amat berbeda dengan jargon-jargon bertenaga dan sering kasar dari Orde Lama maupun Orde Reformasi.

Pada masa Orde Baru, orang kadang-kadang melakukan “unjuk rasa”, pada masa sekarang buruh berani “berdemonstrasi” dengan cara menutup jalan tol.

Sebutan “Yang Mulia” dan “Paduka Yang Mulia” dihapuskan pada Zaman Orde Baru, tapi muncul sebutan baru “Bapak” atau “Ibu”. Tidak lagi terdengar sebutan akrab dari Zaman Perjuangan, “Bung”.

Meskipun demikian, itu berubah pada zaman yang lebih demokratis seperti sekarang ini, sejak “Pak Beye” (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) dan kemudian “Jokowi” (Presiden Joko Widodo).

Menggabungkan semangat phronesis (kebijaksanaan praktis) dari Aristoteles dan sa-cukupé, sa-penaké, sa-butuhé (secukupnya, seenaknya, sebutuhnya) dari Ki Ageng Suryomentaraman, penulis mencoba menyikapi perubahan semangat zaman ini dalam berbagai tema.

Alois A. Nugroho lahir di Solo, Jawa Tengah, alumnus STF Driyarkara, Jakarta, tahun 1982, meraih gelar Magister (1989) dan gelar doktor (1991) di Katholieke Universiteit Leuven, Belgia.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved