Hangout Buku

Budaya Kuliner Masa Kolonial

Pengaruh politik, sosial, dan ekonomi kolonial memang telah lama berakhir, tapi tidak demikian halnya dengan berbagai warisan budaya.

Penulis: Ayu Nadila | Editor: Mirna Tribun
TRIBUNPONTIANAK/LISTYA SEKAR SIWI

Laporan Wartawati Tribun Pontianak, Listya Sekar Siwi 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Selain pengaruh kuliner Tionghoa, kuliner Barat mesti diakui memiliki pengaruh besar dalam membentuk citra kuliner lndonesia.

Hal itu tidak dapat dilepaskan dari jejak pengaruh Eropa di Indonesia sejak abad ke-16 hingga paruh pertama abad ke-20.

Pengaruh politik, sosial, dan ekonomi kolonial memang telah lama berakhir, tapi tidak demikian halnya dengan berbagai warisan budaya.

Pengaruh budaya sulit dihapuskan karena sudah menjadi bagian dari budaya kolektif masyarakat Indonesia, sebagaimana hal itu tampak dari citra kulinernya. Sebut saja salah satu contohnya, prasmanan.

Gaya penyajian hidangan yang sudah lumrah menjadi bagian dari budaya makan masyarakat lndonesia saat ini sebenarnya merupakan warisan buffet style ala Eropa yang menggantikan kebiasaan makan sambil duduk berlesehan di lantai di kalangan Pribumi.

Selain itu, kebiasaan hanya menggunakan jari tangan yang dibasahi air terlebih dahulu ketika makan nasi agar jari tangan tidak lengket lambat laun mulai mengalami proses pembaratan melalui penggunaan sendok dan garpu yang saat ini sudah lazim dijadikan sebagai peralatan makan untuk menikmati hidangan nasi.

Pun makanan populer semisal perkedel dan sup yang sudah biasa terhidang sehari-hari di meja makan masyarakat Indonesia sejatinya di adopsi dari kuliner barat.

Perkedel, sup, bistik, dan semur adalah beberapa contoh nama makanan yang akrab dengan lidah masyarakat Indonesia.

Pun, dalam hal penyajian, masyarakat Indonesia sudah terbiasa menyajikan hidangan dengan gaya prasmanan.

Lantas, sejak kapan berbagai makanan itu mulai dinikmati dan gaya prasmanan mulai dipraktikkan?

Dan siapa saja yang berperan mewariskan pengaruh makanan dan penyajian itu bagi citra kuliner Indonesia sekarang ini?

Buku ini menjawab pertanyaan di atas melalui pengungkapan sejarah rijsttafel, sebuah budaya makan di Indonesia pada masa kolonial yang masyhur sejak 1870 hingga 1942.

Melalui rijsttafel pula untuk pertama kalinya nasi dan hidangan daerah-daerah di Indonesia mulai dikemas dalam penyajian bergaya Barat serta dipopulerkan sebagai daya tarik wisata kolonial.

Buku ini mengajak kita bernostalgia pada salah satu babakan penting sejarah kuliner Indonesia sekaligus juga menyadarkan betapa kuliner Indonesia dapat tampil sebagai haute cuisine (boga adiluhung) jika dikemas secara baik dan menarik.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved