Kebijakan Impor Jeroan Dinilai Kurang Tepat
Namun, konsumsi dalam jangka panjang, jeroan bukan pilihan yang tepat. Konsumsi dalam jangka panjang, dapat meningkatkan risiko kesehatan.
Penulis: Ishak | Editor: Marlen Sitinjak
TRIBUPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Kebijakan impor jeroan dan daging kerbau oleh pemerintah pusat, melalui Kementerian Pertanian dinilai sebagai langkah kurang tepat.
Sehingga, hal ini dirasakan perlu untuk dikaji ulang, terkait dampaknya, terutama dalam jangka panjang.
"Saya pikir itu (kebijakan impor jeroan) perlu dikaji ulang," kata Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalbar, Abdul Manaf Mustafa, Rabu (20/7/2016).
Menurutnya, dari sisi ekonomi, harga jeroan memang terbilang lebih murah. Sehingga, relatif lebih terjangkau semua kalangan masyarakat. Ia juga tak menampik jeroan mengandung banyak unsur protein yang dibutuhkan tubuh.
BACA: Harga Daging Sapi Kembali Normal, Sembako Masih Mahal
Namun, konsumsi dalam jangka panjang, jeroan bukan pilihan yang tepat. Konsumsi dalam jangka panjang, dapat meningkatkan risiko kesehatan.
"Kalau dikonsumsi terus menerus, saya khawatir jangka panjangnya kurang baik. Terutama bagi penderita asam urat dan kolesterol tinggi," imbuhnya.
Ia juga berpendapat, terutama di Kalbar, kebijakan itu saat ini belumlah diperlukan. "Ketersediaan sapi potong kita yang sekitar 50.000 ekor per tabun. Jumlah itu sampai saat ini masih mencukupi," katanya.
Kebijakan ini juga dinilainya akan berdampak pada pedagang lokal. Terlebih, target pemerintah menurunkan harga jual daging sapi di kisaran Rp 80 ribu-an per kilogram.
"Sampai sekarang belum dapat bagaimana formulanya yang tepat (agar harga daging sapi di kisaran Rp 80 ribu per kg)," katanya.