Ramadan 1437 H
Bakhil Memicu Sengsara
Maka pandanglah ke depan dan sedikit ke bawah. Sekali-sekali saja boleh ke atas agar muncul dorongan semangat berusaha.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Berikut ini mutiara Ramadan ke-18, oleh Prof Dr Komaruddin Hidayat, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah.
DALAM Alquran terdapat berbagai ayat yang mengingatkan bahwa orang yang bersikap bakhil atau pelit itu ujungnya malah menyengsarakan diri sendiri.
Bahkan orang yang enggan bersyukur, yaitu memanfaatkan anugerah Allah di jalan kebaikan, Alquran menyebutnya sebagai kekufuran (14:7).
Kufur atau kafir artinya orang menutupi (cover) atau enggan mengakui kebaikan Allah padanya. Makna ini juga sejalan dengan pengertian kafir, yaitu orang yang menutup hati dan pikirannya dari cahaya kebenaran yang terlihat di depan matanya.
Mereka tahu kebenaran, tetapi mengingkarinya. Bahkan memusuhinya, seperti yang dilakukan Abu Jahal dkk terhadap Rasulullah, karena ego dan kepentingan pribadinya terancam.
Dalam Alquran surat Allail (92), Allah berfirman, Siapapun orangnya yang senang berbagi semata karena mengharap ridha Allah, maka Allah akan melapangkan jalan hidupnya.
Dan barang siapa kikir, merasa dirinya kaya, dan tidak memerlukan lagi pertolongan Allah, maka Allah akan mendekatkan pada pintu kesempitan dan kesulitan hidupnya.
Mari kita bahas sekilas secara psikologis-empiris. Orang yang bakhil, pelit, akan selalu merasa dirinya miskin sekalipun berkecukupan atau bahkan berlebih dibanding orang lain.
Kekayaan yang dimiliki takut berkurang sehingga tanpa disadari dia telah berperan sebagai pesuruh atau penjaga hartanya, bukannya harta yang menjadi penjaga dirinya.
Orang yang pelit, posisi hartanya yang menjadi majikan, bukan sebaliknya. Padahal Alquran menyebutkan, sesungguhnya semua yang ada ini hakikatnya milik Allah, manusia hanya dipinjami dan diberi kewenangan untuk mengelolanya dalam jumlah amat sangat sedikit.
Jika seseorang tidak pernah mensyukuri rezeki dan kekayaan yang ada, pasti akan lelah, selalu merasa miskin, karena di sana (memandang ke atas) banyak orang yang lebih kaya.
Derajat Ketakwaan
Orang yang selalu menghitung-hitung dan membanding-bandingkan hartanya ibarat berjalan dengan mata dan muka memandang ke atas. Tidak menikmati perjalanan. Leher sakit dan kaki mudah kesandung.
Maka pandanglah ke depan dan sedikit ke bawah. Sekali-sekali saja boleh ke atas agar muncul dorongan semangat berusaha.
Yang lebih bahaya dari orang pelit adalah jika menempatkan kekayaan sebagai status sosial dan identitas diri, sehingga berlaku formula: I am what i have (saya adalah apa yang saya punya) Penyakit having mode ini menggeser jati diri seseorang yang sesungguhnya lebih tinggi dan bersifat immateri mengingat misi kehidupan tertinggi manusia itu bersifat ruhani.