Bedanya Sikap Ahok dan Djarot Hadapi Masalah Banjir DKI

Ahok menyatakan keheranannya dengan adanya banjir di beberapa tempat, padahal menurut dia seharusnya itu tidak terjadi.

Editor: Steven Greatness
Kompas.com/Alsadad Rudi
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama saat menggelar rapat dengan sejumlah pejabat di Balai Kota, Jumat (22/4/2016). Rapat membahas mengenai genangan yang kemarin muncul di Pademangan dan Gunung Sahari. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Banjir melanda sejumlah wilayah Jakarta, Kamis (21/4/2016) lalu. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat menampilkan sikap yang berbeda menghadapi masalah banjir tersebut.

Ahok menyatakan keheranannya dengan adanya banjir di beberapa tempat, padahal menurut dia seharusnya itu tidak terjadi. Ia pun menyalahkan anak buahnya terkait penanganan lapangan mereka saat menghadapi banjir.

Dalam rapat terbuka yang digelar di Balai Kota DKI, Ahok meluapkan kemarahannya kepada Wali Kota Jakarta Utara, Rustam Effendi, terkait genangan yang muncul di Pademangan, Jakarta Utara dan Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Ahok marah karena mesin pompa di rumah pompa Ancol, Pademangan, dimatikan saat banjir pada Kamis itu.

Ahok mengatakan, tidak masuk akal bahwa mesin pompa dimatikan dengan alasan air laut masuk melewati tanggul. Ia justru mendapat informasi dari petugas di lapangan bahwa belum pernah ada air laut masuk melebihi ketinggian tanggul. Ketinggian tanggul mencapai 2,8 meter.

"Dia (petugas) bilang air laut pasang paling tinggi 2,6 meter, itu juga belum melintas di pintu air. Jadi tidak ada cerita pompa dimatiin karena air laut melimpas," ujar Ahok.

Rustam pun kena semprot Ahok.

Peserta lain dalam rapat itu adalah Wali Kota Jakarta Pusat Mangara Pardede, para petugas Dinas Tata Air, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Djarot Kalem

Di tempat terpisah Djarot menunjukan sikap kalem dalam menghadapi banjir. Ia meminta warga untuk tidak saling menyalahkan terkait banjir.

Usai salat di Masjid Al Abror, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, Jumat kemarin, Djarot meminta warga untuk bertanggung jawab dengan lingkungannya sendiri.

Ia menegaskan banjir yang terjadi hari Kamis itu juga karena faktor alam. Namun ia berharap warga tidak menyalahkan alam, misalnya dengan menyebut bencana itu karena banjir kiriman.

"Kalau banjir iyalah, hujan segitu lamanya, masuk sangat lebat, dan merata lagi. Kiriman dari Depok enggak apa-apa, kita enggak usah saling menyalahkan ya, saya bilang tadi, kerja aja kita, capek saling menyalahkan," kata Djarot.

Ia juga mengatakan, kasus mesin pompa mati agar tidak buru-buru menyalahkan Dinas Tata Air. Sebaiknya dilihat dulu masalahnya, apakah ada unsur sengaja atau karena faktor alam.

"Begini, pompa rusak ada penyebabnya ya. Salah satu yang paling sering adalah karena sampah. Makanya, kalau Dinas Tata Air sudah tahu mau rusak enggak diperbaiki, ya salah dia. Tapi kalau sudah bagus betul kemudian (rusak) karena faktor alam, apakah salah dia," kata Djarot.

Ia menekankan, jika terjadi banjir kemudian pompa air tidak dihidupkan, itu bisa dikatakan salah.

"Kalau salah itu apabila sudah rusak, kena sampah, terus dia diam aja, enggak diperbaiki, ya ini enggak benar. Atau ketika banjir, pompanya enggak diakifkan. Nah, ini baru salah," kata Djarot. (Robertus Belarminus)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved