Sintang Berharap Revisi Undang-Undang Tentang Wilayah Negara

"Seperti Pasal 15 Tentang Tugas Pokok Badan Pengelola Perbatasan (BPP) yang sangat terbatas,"

Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Galih Nofrio Nanda

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINTANG - Kabupaten Sintang notabene berada di wilayah perbatasan berharap banyak terkait rencana Revisi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara.

Pasalnya Undang-Undang ini merupakan payung hukum pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) tingkat pusat serta Badan Pengelola Perbatasan (BPP) di tingkat daerah.

Kepala Badan Pengelola Perbatasan (BPP) Kabupaten Sintang, Kartiyus menerangkan ada beberapa poin penting yang akan disampaikan tanggal 10 Februari mendatang terkait revisi Undang-Undang tersebut.

"Seperti Pasal 15 Tentang Tugas Pokok Badan Pengelola Perbatasan (BPP) yang sangat terbatas," ungkapnya, Minggu (7/2).

Termaktub di Pasal 15, BPP mempunyai tugas pokok diantaranya menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengkoordinasikan pelaksanaan dan pengawasan. Menurut Kartiyus wewenang BPP harus diperluas hingga tingkat eksekusi.

"Jadi tidak hanya sampai rumusan kebijakan, pembiayaan dan koordinasi saja. Tapi juga eksekusi, sehingga BPP dapat mempercepat pembangunan wilayah perbatasan secara langsung," terangnya.

Selama ini, Badan Pengelola Perbatasan (BPP) yang dikepalai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan membawahi Sekretariat Bersama 16 Kementerian Negara yang mengelola perbatasan nyatanya membuat wewenang BPP tumpul.

Secara aspek kelembagaan, kata Kartiyus, BPP harus menjadi lembaga tersendiri dan tidak lagi menjadi Sekretariat Bersama.

"BPP mestinya tidak lagi dalam bayang-bayang Mendagri, tapi sebagai Lembaga Otonom sendiri. Ini agar BPP dapat membiayai sendiri pembangunan kota-kota di perbatasan," timpalnya.

Jika dihubungkan Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, dikatakan bahwa semua wewenang pengelolaan kawasan perbatasan merupakan kewajiban pemerintah pusat dalam hal ini melalui BNPP.

Terang Kartiyus, atas dasar amanat Undang-Undang tersebut tidak ada lagi alasan pemerintah pusat tidak mengucurkan dana bagi masyarakat perbatasan melalui kelembagaan Kementerian yang ada.

"Semua lembaga mempunyai kewajiban membiayai pembangunan di wilayah perbatasan. Jadi tidak ada alasan lagi karena benturan semisal Undang-Undang jalan atau lain sebagainya," tandasnya.

Kartiyus berharap Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) nanti tidak sekedar membahas revisi undang-undang, namun juga hasil konkrit dari revisi. (Pra)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved