Gerakan Fajar Nusantara
Ini Alasan Waktu Itu Warga Mempawah Bakar Pemukiman Eks Gafatar
Pengusiran eks Gafatar di Kabupaten Mempawah rupanya meninggalkan kesan kurang bersahabat dari penilaian publik.
Penulis: Madrosid | Editor: Mirna Tribun
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID,MEMPAWAH - Pengusiran eks Gafatar di Kabupaten Mempawah rupanya meninggalkan kesan kurang bersahabat dari penilaian publik. Lantaran pengusiran dinilai sebuah bentuk arogansi sehingga memojokkan masyarakat dan pemerintahan Kabupaten Mempawah.
Untuk itu, masyarakat Kabupaten Mempawah sangat tidak setuju. Dan memantik timbulnya sebuah pembelaan diri dari masyarakat. Diantaranya dengan membuat surat terbuka melalui media sosial yang dibuat oleh account facebook Muhammad Solihin, Senin (25/1/2016).
Dalam surat terbuka itu diantaranya ditujukan kepada 4 komponen publik. Diantaranya media, pengaman, Komnas HAM dan pengurus Gafatar. Pemilik akun Muhammad Solihin ini merupakan tokoh agama masyarakat Mempawah dengan pemilik nama asli Ustaz Muhammad Solihin.
Ia menilai banyak pemberitaan yang tidak berimbang. Serta banyaknya penilaian yang tertuju ke masyarakat dan pemerintah dengan memojokkan semata. Artinya menyalahkan aksi pengusiran yang dilakukan masyarakat dan pemerintah.
“Padahal sebenarnya, jika Allah ingin menunjukkan apa yang akan terjadi pada 5-10 tahun kedepan jika masyarakat mempawah tidak mengusir warga pendatang ini. Kami tidak menyebut mereka sebagai eks gafatar tapi mereka ini Gafatar yang hanya merubah dirinya menjadi kelompok tani dengan semua faham dan prilakunya tetap murni sebagai Gafatar. Kelompok tani itu sebagai salah satu langkah mereka untuk membuat kamuflase untuk mempermudah langkah mereka,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Dalam surat buka itu sendiri, sejatinya ditujukan kepada publik yang telah memberikan atau respon tidak baik terhadap tindak pengusiran yang dilakukan. Karena, pada dasarnya masyarakat hanya ingin menyelamatkan terjadinya kerusakan yang akan terjadi jika hal itu terus dibiarkan dan berkembang.
“Sebenarnya kesesatan mereka sudah sangat tampak. Segelintir bukti pada buku-buku dan kitab mereka yang telah ditemukan. Dimana mereka menggabungkan antara literatur Islam, Yahudi dan Nasrani,” ungkapnya.
Terjadinya pemakaran itu sendiri yang dilakukan oleh masyarakat mempawah hanya ingin menolak keberadaan mereka yang telah membawa faham sesat. Masyarakat juga melakuan pembakatan itu lantaran mereka sudah diberikan kesempatan dan berdasarkan mediasi untuk meninggalkan Kabupaten Mempawah tetapi kekeh untuk menolak. Sehingga hal ini menyulur amarah masayrakat dan berujung pada tindakan anarkis namun tidak sampai menimbulkan korban.
“Pembakaran juga dilakukan saat bangunan base camp sudah kosong. Hal ini dilakukan karena masyarakat mempawah sangat menjungjung tinggi kemanusiaan. Dengan pengusiran ini, korban yang merupakan pengikut Gafatar ini bisa pulang dan kembali lagi ke keluarga mereka. Hanya saja kita berharap kepada para pengurusnya atau otak-otak dari Gafatar ini, kepada pemerintah untuk bisa tegas,” terangnya.
Ia menegaskan tujuan dari surat terbuka ini hanya untuk mengajak publik untuk membuka mata. Melihat kondisi real apa yang ada di Gafatar dan apa dampaknya kedepan. Masyarakat mempawah hanya mencoba untuk menyelematkan saja.
BACA SELENGKAPNYA DI EDISI TRIBUN PONTIANAK BESOK, SELASA (26/1/2016).