Gerakan Fajar Nusantara
Eks Gafatar Olah Air Sungai, Bisa Langsung Diminum
Berlimpahnya air di Mempawah menurutnya, belum layak disebut sebagai air bersih. Sehingga membuatnya berpikir,
Penulis: Tito Ramadhani | Editor: Arief
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, MEMPAWAH - Proses evakuasi paksa warga eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di permukiman Moton Panjang dan Desa Pasir, Mempawah, Selasa (19/1/2016) lalu, menyisakan kisah.
Satu di antaranya adalah teknologi tepat guna untuk mencukupi kebutuhan air bersih. Tidak saja untuk mandi, cuci, dan kakus (MCK), namun juga memanfaatkan air dari Sungai Mempawah untuk bisa langsung diminum.
Warga eks Gafatar mengaku, peradaban di tanah garapan mereka tersebut sebagai upaya mencapai tujuan kemadirian pangan bagi nusantara. Adalah Amri Cahyono (34), sang perancang filtrasi air sungai menjadi air bersih layak konsumsi bagi ratusan warga di pemukiman tersebut.
Kepada Tribun, Amri yang merupakan lulusan S1 Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini, menceritakan ikhwal teknologi pengolahan air yang dipelajarinya semasa kuliah tersebut.
Ilmunya itu, baru ia terapkan saat menjadi warga di permukiman itu. "Latar belakang saya memang S1 Teknik Lingkungan UII Yogyakarta. Kebetulan saya pernah mempelajari desain tentang pengolahan air minum. Tetapi selama saya bekerja itu tidak pernah saya terapkan. Kemudian saya aplikasikan ilmunya di sini (Mempawah)," kata Amri kepada Tribun, Rabu (20/1/2016) lalu.
Berlimpahnya air di Mempawah menurutnya, belum layak disebut sebagai air bersih. Sehingga membuatnya berpikir, bagaimana menjadikan air yang kurang bersih itu, menjadi layak digunakan.
Berbekal pengetahuannya, Amri lantas membangun teknologi filtrasi air yang disebutnya Water Flo. "Kami menyebutnya Water Flo. Saya melihat, Mempawah ini melimpah air. Orang-orang di sini sering menggunakan air parit, air Sungai Mempawah kalau musim kemarau. Selain itu juga menggunakan air hujan. Itu kan sifatnya kalau pas ada hujan, baru bisa dimanfaatkan. Kalau nggak ada (hujan), pasti nggak punya air," paparnya.
Menurut warga Kauman, Kota Yogyakarta ini, walau selama ini warga setempat memang memanfaatkan air hujan sebagai air konsumsi, namun menurutnya justru akan memakan biaya lebih besar, jika harus diterapkan di permukiman yang memiliki lahan terbatas.
"Kemudian kalau air hujan juga harus bikin baknya harus besar, kalau itu untuk kapasitas 400 orang ya seberapa besar harus kita buatkan," ujarnya.
Amri dan warga pemukiman, lantas membangun Water Flo. Ia selaku perancang sekaligus yang mengerjakan langsung pembangunan Water Flo. Menurutnya, ilmu yang diterapkan tersebut sesungguhnya dapat menggunakan teknologi modern, tapi berbiaya mahal. (bersambung)
BACA JUGA: Pengolahan Air Eks Gafatar Gunakan Bahan Sederhana
BACA JUGA: Pengolahan Air untuk Satu Permukiman Eks Gafatar Telan Rp 15 Juta