Editorial
Prostitusi Online Merambah di Kalangan Artis
Yang paling heboh prostitusi online yang melibatkan artis berinisial AA, dengan tarif fantastis yakni Rp 80 juta - Rp 200 juta.
Penulis: Stefanus Akim | Editor: Mirna Tribun
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi, dan komunikasi telah mengubah banyak hal dalam kehidupan manusia. Bisnis, media massa, hingga pergaulan sosial pun berubah. Namun, seperti dua sisi mata uang, kemajuan teknologi informasi juga 'tak disia- siakan' oleh para pelaku kejahatan.
Penipuan dengan modus jual beli online, pencurian data, hingga prostitusi (pelacuran) memanfaatkan sarana internet dalam bertransaksi dan penawaran prostitusi yang kini sedang ramai disorot. Yang paling heboh prostitusi online yang melibatkan artis berinisial AA, dengan tarif fantastis yakni Rp 80 juta - Rp 200 juta.
Sang artis dan mucikarinya, pria berinisial RA (32), ditangkap di salah satu hotel bintang lima di kawasan Jakarta Selatan pada Jumat (8/5/2015) malam lalu. Praktik prostitusi yang dilakukan RA tergolong sangat privat. Itu karena ia hanya menggunakan layanan BlackBerry Messenger (BBM) dan WhatsApp untuk menawarkan PSK.
AA bukan satu-satunya artis di antara 200 pekerja seks komersial (PSK) kelas atas yang 'dipasarkan' mucikari RA. RA blak-blakan menyebut sudah sekitar 100-an artis dan model yang laku dijual ke kalangan berduit tersebut dan sehari bisa jual 3-4 artis.
"Yang 200 itu daftar di list saya yang bisa di-booking. Kalau yang saya sudah tawarkan, 100 lebih sudah pernah (dibooking)," beber RA di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Senin (11/5/2015).
Dalam rentang April hingga awal Mei ini sudah beberapa kali publik diramaikan kasus prostitusi online. Memang prostitusi online sudah lama diperbincangkan, tapi baru kali ini terbuka secara terang-benderang menyusul pembunuhan Dedeuh Alfisahrin (26) alias Tata alias Mpie.
Kasus ini berawal dari ditemukannya Dedeuh di kamar indekosnya dalam keadaan tak bernyawa dan tak berbusana. Belakangan diketahui Dedeuh merupakan korban pembunuhan. Tersangka pembunuhnya tak lain adalah pelanggan jasa Dedeuh, yang memasarkan dirinya lewat media sosial Twitter dengan menggunakan akun @tataa_chubby.
Berikutnya, Kamis 23 April, terkuat kasus prositusi online dengan mucikari yang dikenal sebagai Papa Mike, yang juga menggunakan media sosial Twitter untuk memasarkan PSK. Kemudian, kasus prostitusi online yang digerebek polisi di Tower J lantai 5 dan Tower H lantai 8 di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan pada Jumat, 24 April 2015.
Polisi menangkap pria bernama Faisal alias Ical yang merupakan tersangka prostitusi online ini. Modus yang dipakai Faisal adalah dengan menawarkan para PSK yang dimilikinya melalui forum khusus dewasa di dunia maya.
Diperkirakan kasus-kasus yang terungkap itu hanya bagian kecil. Masih sangat banyak yang melakukan praktek serupa. Khusus untuk prostitusi online tidak diatur dalam KUHP, baru diatur dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ketentuan soal prostitusi online diatur di pasal 27 ayat 1, dan pasal 52 ayat 1.
Cukupkah dua pasal dalam UU ITE tersebut membuat jera pelaku prostitusi online? Karena itulah, perlu dipikirkan langkah-langkah hukum untuk memberi efek jera bagi para pelaku kejahatan asusila ini secara online ini. Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani memastikan nantinya semua pelaku prostitusi baik online maupun melalui lokalisasi bisa dipidana.
Kepastian itu menyusul akan direvisinya sejumlah pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dalam masa sidang IV DPR yang bakal dimulai pekan depan. Dalam revisi KUHP nantinya tak secara khusus mengatur soal prostitusi online, melainkan soal perluasan konsep zina dan kumpul kebo.
Kita mendukung revisi KUHP terkait prostitusi tersebut. Selain itu kita mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika mesti berusaha lebih keras untuk memberangus bisnis esek-esek di dunia maya.
Pemerintah dan aparat penegak hukum mesti lebih memperketat kontrol dan pengawasan terhadap situs-situs di internet dan penggunaannya.
Blokir saja akun-akun di media sosial yang mengandung unsur penawaran prostitusi dan foto-foto terkait dengan foto-foto porno dalam data pribadi pengguna situs internet. Memang itu tidak akan serta merta menghapus prostitusi online. Namun setidaknya bisa menekan praktek bisnis asusila tersebut, sehingga tidak merajalela.