Editorial

Batalkan Impor Beras

Target Bulog yang seharusnya menyerap 2,7 juta ton beras petani, ternyata hanya mampu memenuhi 20 persennya saja yakni sekitar 470 ribu ton.

Penulis: Stefanus Akim | Editor: Mirna Tribun
Net
Ilustrasi 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Rencana pemerintah impor beras dengan alasan demi menjaga stok dan stabilitas harga beras menjelang puasa dan lebaran karena Bulog tidak sanggup menyerap beras petani sesuai kebutuhan nasional patut dipertanyakan.

Alasan pemerintah, target Bulog yang seharusnya menyerap 2,7 juta ton beras petani, ternyata hanya mampu memenuhi 20 persennya saja yakni sekitar 470 ribu ton.

Bila benar impor dilakukan, ini menunjukkan pemerintah inkar janji. Dulu ketika masa kampanye presiden, pasangan Jokowi-JK mendeklarasikan tidak akan ada impor beras karena Indonesia mampu memenuhi kebutuhan beras nasional. Demikian juga Menteri Pertanian Dr Ir Andi Amran Sulaiman pada awal menjabat bertekad untuk mewujudkkan swasembada pangan di negeri ini.

Kenyataannya, sudah 5 bulan di tahun 2015 ini Bulog gagal menyerap beras petani, terbukti dengan rendahnya persentase penyerapan di semester awal 2015. Padahal 6 bulan pertama itu panen raya, dimana Bulog berkesempatan menyerap beras petani minimal 65 persen.

Sehingga patut dipertanyakan kinerja Bulog sebagai penyerap beras petani dan Kementan sebagai penanggung jawab produksi, mengapa serapan beras di semester awal tahun ini sangat rendah.

Impor beras memang tidak haram. Apalagi faktanya, tidak ada satupun rezim yang memerintah negara ini yang tidak impor beras. Namun kalaupun diperlukan impor beras sebanyak hanya diperbolehkan untuk kualitas premium saja.

Pemerintah mesti mengupayakan, bagaimana bangsa ini memenuhi kebutuhan beras reguler yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia, dan tidak impor.

Impor beras hanya akan membanjiri pasar dan hanya akan merugikan petani. Apalagi Juli mendatang akan panen raya beras nasional. Rencana impor beras sebagaimana disampaikan Menteri Perdagangan Rahmat Gobel meskipun dengan catatan merupakan pilihan terakhir dalam mengamankan pasokan dan menstabilkan harga juga menunjukkan tidak kompaknya antarkementerian didalam menentukan kebijakan pangan nasional.

Sebab Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sendiri dengan tegas mengatakan tidak akan merekomendasikan impor beras. Alasannya adalah harga gabah di tingkat petani normal.

Selama beberapa pekan, Mentan berkeliling sentra sawah padi sepanjang Pulau Jawa, menemukan harga gabah normal pada kisaran Rp 4.200-4.500/kg. Bila ada tambahan impor beras pada saat ini akan berimbas turunnya harga gabah di tingkat petani.

Selama ini Kementerian Pertanian sepertinya tidak banyak diperhatikan suaranya dalam keputusan pemerintah membuka atau menutup impor beras. Kementerian Pertanian hanya diminta data tempat dan waktu panen untuk menghitung jumlah produksi beras. Data itu lalu digunakan untuk memberi rekomendasi impor apa tidak.

Rumusnya, rekomendasi diberikan bila ada kekurangan produksi. Namun bukan hanya Kementan yang menentukan. Ada tim berupa Kelompok Kerja (Pokja) Perberasan di bawah Kementerian Koordinasi Perekonomian. Tim ini juga beranggotakan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Perum Bulog. Tim inilah yang lebih banyak menentukan.

Karena itulah yang diperlukan sekarang adalah memastikan pengamanan stok beras nasional, dengan cara Kementerian Perdagangan bersama dengan Kementerian Pertanian dan Badan Urusan Logistik (Bulog) melakukan verifikasi data terkait stok beras nasional.

Dengan mendapatkan data akurat, pemerintah bisa mengambil kebijakan yang tepat untuk mengamankan ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga pangan di pasar.

Demikian juga, pemerintah bisa melakukan intervensi ke pasar dengan melakukan operasi pasar di sejumlah wilayah yang harga bahan pokoknya bergejolak. Di sisi lain, pemerintah juga bisa langsung memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang harga beras di wilayahnya bergejolak.

Selain itu pemerintah harus memberikan jaminan bagi petani bahwa ketika mereka panen raya tiba, harga gabahnya tidak akan turun. Sikap pemerintah ini sekaligus bisa mematahkan upaya para importir beras untuk mencari cara dalam menjalankan bisnisnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved