Editorial

Eksekusi dan Korban Narkoba

Setiap hari, setidaknya 50 orang mati akibat mengonsumsi narkoba. Artinya dalam setahun ada sekurangnya 18.000 orang mati, sebagian besar kaum muda.

Penulis: Stefanus Akim | Editor: Mirna Tribun
Net
Ilustrasi narkoba. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Eksekusi mati tahap 2 terhadap terpidana mati kasus narkoba akhirnya dilaksanakan Rabu (29/4/2015) dinihari. Namun dari 9 terpidana mati, hanya 8 yang dieksekusi, terpidana mati Mary Jane asal Filipina ditunda eksekusinya.

Sembilan terpidana mati, delapan warga asing dan seorang warga negara Indonesia itu menghadapi regu tembak di Pulau Nusakambangan.

Pelaksanaan eksekusi mati tersebut di bawah sorotan mata dunia, termasuk Sekjen PBB Ban Ki-moon berada di barisan yang meminta pemerintah Indonesia mengurungkan rencana itu.

Namun, pemerintah bergeming dengan sikap tegas tak memberi toleransi terhadap terpidana mati kasus yang narkoba yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap.

Presiden Jokowi, saat bersilaturahmi dengan insan pers nasional, Senin (27/4/2015) malam kembali menyatakan sikap tegas pemerintah tersebut. Presiden menyadari betul konsekuensi atas sikap tegasnya tersebut, karena berpijak pada kenyataan dampak buruk dan kerugian yang dialami bangsa Indonesia, khususnya generasi muda.

Setiap hari, setidaknya 50 orang mati akibat mengonsumsi narkoba. Artinya dalam setahun ada sekurangnya 18.000 orang mati, sebagian besar kaum muda, karena barang haram tersebut.

Publik Indonesia harusnya memperhatikan perlindungan hak 50 orang yang meninggal setiap hari karena narkoba tersebut, bukan hanya hak beberapa orang terpidana mati narkoba.

Merujuk data tahun 2014 hasil penelitian puslit kesehatan Universitas Indonesia dan Badan Narkotika Nasional, pengguna narkoba di Indonesia mencapai 4 juta orang dari usia 10 sampai 59 tahun.

Sedemikian besar korban akibat narkoba, Indonesia kini berstatus darurat narkoba. Sehingga, kata Menurut humas BNN Slamet, sungguh tidak adil jika kita hanya berpikir soal tersangka, terpidana, atau tereksekusi.

Belum lagi bicara kerugian materiil akibat belanja narkoba, biaya pengobatan, barang-barang yang dicuri, biaya rehabilitasi dan lain-lain, dalam satu tahun mencapai Rp63,1 triliun.

Slamet mengatakan dampak narkoba terhadap generasi muda, luar biasa, cenderung tidak berprestasi, perkelahian antara kelompok dan pencurian-pencurian dipicu oleh narkotika.

Sejumlah pengguna Facebook BBC Indonesia juga menyatakan eksekusi terpidana perlu dilihat dari tindak kejahatan pelaku. Muhamad Ilham Idra, di antaranya, menulis, "Dia menangis hanya untuk satu orang dan kami menangis hanya untuk beribu generasi kami." Yuliati Fitri mengatakan,"Drug dealer kok di bela!! Coba mereka masih belum tertangkap, apakah mereka juga punya hati nurani? Lihat udah berapa banyak orang mati gara-gara narkoba!"

Akun yang menamakan diri Cinta Bersemi menulis, "Coba Anda cari berapa orang mati perhari karena narkoba dan saya harap Anda mengunjungi rehabilitasi bagaimana siksanya karena narkorba, berteriak teriak, berusaha ingin bunuh diri, berguling-guling karena sakit, tertawa sendiri, kalau tak ingin dihukum mati di Indonesia panggil semua gembong, kurir untuk berjualan di negara Anda."

Kenyataan itulah yang tidak boleh ditutup-tutupi dan para pihak yang menentang eksekusi mati bisa memahaminya. Sejalan dengan itu, semua pihak juga hendaknya mengembangkan rasa empati dan solidaritas bagi korban dan keluarga korban narkoba. Tentu sebuah kehilangan yang tak tergantikan bagi orangtua yang anaknya mati akibat narkoba.

Fakta lain menunjukkan, sekitar 50 persen lebih narapidana yang meringkuk di lembaga pemasyarakatan atau lapas karena tersangkut kasus narkoba. Kondisi ini menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly saat menyambangi Kantor Pemerintah Kabupaten Badung, Bali, Selasa (28/4/2015) membuat pihak lain ingin menjadikan negara Indonesia sebagai pasar besar peredaran narkoba yang menggiurkan.

Inilah yang mesti dipahami publik yang masih menentang eksekusi mati terhadap terpidana mati mati kasus narkoba. Bahwa sejatinya eksekusi mati yang dilakukan, baik terhadap warga Indonesia atau warga asing, merupakan perlawanan terhadap kejahatan serius yang mengancam kehidupan umat manusia di dunia. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved