Editorial
Perebutan Kursi Pimpinan DPR
Pascapengambilan sumpah anggota DPR, perebutan kursi paket pimpinan DPR dipastikan akan semakin panas
Penulis: Ahmad Suroso | Editor: Jamadin
SEBANYAK 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2014-2019 Rabu kemarin mengucapkan sumpah. Bersamaan dengan pelantikan anggota DPR, 136 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) juga mengucapkan sumpah. Gabungan DPR dan DPD ini akan terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat yang tugasnya antara lain akan melantik presiden terpilih dan wakil presiden terpikih Joko Widodo-Jusuf Kalla pada 20 Oktober 2014.
Pascapengambilan sumpah anggota DPR, perebutan kursi paket pimpinan DPR dipastikan akan semakin panas. Baik kubu pengusung Prabowo-Hatta maupun Jokowi-JK sama-sama berebut hegemoni kekuasaan menjelang pemilihan pimpinan DPR. Hal itu terjadi setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi yang dilayangkan PDI-P terhadap UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Keputusan MK tersebut mengukuhkan perubahan mekanisme pemilihan pimpinan DPR beserta
alat kelengkapannya. Pada DPR periode sebelumnya, jabatan ketua DPR otomatis menjadi hak parpol pemenang pemilu. Demikian pula, pimpinan alat kelengkapan DPR dibagi proporsional berdasarkan urutan parpol yang mendapat urutan terbanyak dalam pileg. Namun kini, pimpinan DPR dan unsur pimpinan alat kelengkapan DPR akan dipilih secara paket di antara anggota DPR.
Jabatan ketua DPR tentu sangat diharapkan PDIP untuk melengkapi sukses kemenangan di pileg, dan sukses mengantarkan Joko Widodo terpilih sebagai presiden. Karena itu, ketika jabatan yang sudah dalam genggaman tiba-tiba terlepas akibat manuver yang dilakukan parpol yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih, tentu sebuah kekecewaan besar.
Dalam sejarah parlemen di Tanah Air, selama puluhan tahun kursi ketua DPR menjadi hak parpol pemenang pemilu. Begitu juga praktik di negara demokrasi mana pun, seperti di Amerika Serikat, misalnya, kursi ketua DPR juga menjadi hak parpol pemenang pemilu. Praktik ini dilandasi semangat pengakuan terhadap parpol yang mendapat kepercayaan paling besar dari rakyat.
Karena itu, ketika beredar dokumen kontrak politik partai Koalisi Merah Putih (KMP) soal bagi- bagi kursi Ketua MPR untuk Partai Demokrat, dan Ketua DPR jatah Partai Golkar bukan hanya membuat heboh dunia maya, tetapi juga membuat partai yang tergabung Koalisi Indonesia Hebat, khususnya PDIP sebagai peraih suara terbanyak pileg 2014 kebakaran jenggot.
PDI Perjuangan seperti disampaikan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo, siap berbagi jatah kursi kabinet dengan Partai Demokrat. Hal itu dilakukan untuk mengamankan posisi ketua DPR bagi PDI Perjuangan dan dikeluarkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang pilkada langsung.
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang pada periode ini terpilih sebagai anggota dewan pun yakin akan adanya pembentukan koalisi baru di tubuh pengusung Jokowi-JK. Koalisi Jokowi-JK perlu menambah dukungan parpol untuk mengamankan dinamika di DPR, dan menghadapi rencana penerbitan perppu tentang pemilihan kepala daerah oleh Presiden SBY diubah kembali dari lewat DPRD menjadi dipilih langsung oleh rakyat.
Untuk disahkan menjadi UU, perppu perlu mendapat persetujuan DPR. Padahal saat ini, kekuatan koalisi Jokowi-JK yang didukung empat parpol yakni PDI-P, PKB, Partai Nasdem, dan Partai Hanura hanya 207 kursi.
Sementara itu, KMP berisi lima parpol yang lolos ke DPR, yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, PKS, PAN, dan PPP. Kekuatan koalisi itu mencapai 292 kursi DPR. Adapun Demokrat yang belum bergabung ke salah satu kubu memiliki 61 kursi. Bila Demokrat bergabung di koalisi pendukung Jokowi, maka jumlah kursinya menjadi 268 kursi.
Karena itulah, di tengah rencana penerbitan peppu Pilkada oleh Presiden SBY, perebutan kursi pimpinan dipastikan akan memanas. Lobi-lobi di tingkat rapat kordinasi antar fraksi sesama koalisi, maupun fraksi antarkoalisi akan kian seru. Pertarungan memperoleh kursi Ketua DPR dan MPR tergantung lobi politik dari koalisi Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres maupun koalisi Prabowo-Hatta sebagai pemenang Pileg. Seperti apa pertarungannya, kita tunggu saja. (Tribun Cetak).