Editorial

Urgensi Konversi BBM ke BBG

Kami kerjakan (konversi) BBG karena BBG itu akan menyelamatkan energi masa depan,

Penulis: Ahmad Suroso | Editor: Jamadin

IRONIS, sejumlah pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang seharusnya berperan penting dalam program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) justru tidak memberikan contoh nyata. Bahkan, Menteri ESDM Jero Wacik dan Wakil Menteri ESDM masih menolak mobil dinasnya menggunakan BBG.

Seperti diberitakan koran ini kemarin (30/8), mengutip keterangan Kepala Humas Kementrian ESDM Saleh Abdurrahman, hampir semua mobil pejabat di beberapa kementerian sudah melakukan konversi BBM ke BBG sejak beberapa tahun lalu. Hampir semua sudah dipasangi konverter BBG sebagai standar.

Namun menurut seorang staf di Kementerian ESDM, tak semua pejabat mau menggunakan BBG. Bahkan, mobil dinas Menteri ESDM Jero Wacik pun tak pernah diisi BBG. Sedangkan mobil dinas Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo, sama sekali tidak dipasangi konverter BBG. "Dulu mau dipasangi gas, tapi pak wamen takut," ujar staf tersebut, pekan lalu.

Saat dimintai konfirmasi, Jero mengatakan bahwa Kementerian ESDM berkomitmen menjalankan konversi BBM ke BBG seperti yang sudah dicanangkan pemerintah.

"Kami kerjakan (konversi) BBG karena BBG itu akan menyelamatkan energi masa depan," ujarnya ketika ditemui di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian di Jakarta, Jumat (29/8) malam.

Juru Bicara Perusahaan Gas Negara (PGN) Irwan mengakui masih banyak warga masyarakat yang tidak paham tentang BBG. Di sisi lain, sebagian masyarakat masih meragukan keamanan BBG.Karena itu PGN akan berupaya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai penggunaan BBG bahwa penggunaan gas, aman.

Keamanan penggunaan BBG, bisa dilihat pada sebagian bajaj, salah satu moda angkutan umum di Jakarta. Menurut Irwan, tak ada masalah pada bajaj-bajaj berbahan bakar gas. Pengalaman mereka bisa dijadikan contoh. Jika konversi BBM ke BBG bisa dijalankan secara konsisten, maka pemerintah dapat mengurangi subsidi BBM di APBN serta mengurangi impor BBM.

Inilah satu di antara solusi yang bisa ditempuh Presiden terpilih Jokowi untuk mengatasi krisis energi, khususnya kelangkaan BBM yang sangat terasa dalam sepekan terakhir ini. Ada kekhawatiran, jika harga BBM tidak segera dinaikkan, maka stok BBM bersubsidi tidak akan cukup sampai Desember. Padahal jika subsidi BBM tidak dikurangi banyak pengamat energi dan ekonomi memprediksi APBN kita bisa jebol.

Karena itu Presiden SBY atau Presiden terpilih Joko Widodo harus berani mengambil langkah berani sebagai negarawan segera mengeluarkan Perppu terkait APBNP 2014. Hal tersebut seperti disampaikan mantan Menteri Ekuin era Presiden Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli, sebagai saran agar ada penambahan kuota atau jatah BBM bersubsidi supaya mencukupi sampai Desember 2014.

Atau mengambil jalan tengah dengan memberantas hal-hal yang dianggap justru menyebabkan harga BBM menjadi tinggi. Antara lain mewajibkan semua mobil kementerian memelopori konversi dari BBM ke BBG, memberantas mafia migas, segera membangun kilang minyak. Dengan demikian, bangsa ini bisa memproduksi BBM sendiri sehingga harga BBM bisa menjadi lebih murah, terlebih lagi dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Selain itu, mempercepat pembangunan tenaga listrik, memakai batubara atau gas untuk pembangkit. Semoga. (Tribun Cetak)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved