Editorial
Pedofil Intai Siswa Kalbar
Para korban terpaksa mengikuti nafsu bejat pelaku, karena diancam foto telanjangnya akan disebar.
Penulis: Ahmad Suroso | Editor: Jamadin
KISAH tindak pelecehan seksual (sexual harassment) atau kekerasan seksual terhadap anak, niscaya selalu mengejutkan karena kita terkecoh pada profil pelaku dan tempat kejadian yang tidak terduga. Seperti kasus kekerasan seksual atau sodomi yang menimpa sedikitnya sembilan siswa satu sekolah di salah satu SMP di Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar adalah kasus yang kerap terjadi di tanah air ini.
Sebelum ini, tentu kita masih ingat dengan kasus sodomi yang menimpa siswa TK Jakarta International School (JIS) belum lama ini. Siapa yang mengira, di institusi sekolah yang disebut-sebut sebagai rumah kedua paling aman bagi anak-anak ternyata di sana justru terjadi tindak kejahatan yang mengerikan. Seorang bocah yang masih berusia 6 tahun menjadi korban sodomi yang dilakukan beberapa petugas cleaning service.
Kini kasus mirip di JIS terjadi di Kabupaten Kubu Raya. Pelakunya guru ekstrakurikuler pelatih karate berinisial PF (28). Sudah ada sembilan siswa laki-laki satu sekolah di sebuah SMP di Sungai Kakap yang menjadi korban kebejatan guru tersebut. Diperkirakan korbannya bisa lebih banyak lagi, karena perbuatan tersebut sudah dilakukan sejak dua tahun lalu.
Dari pengakuan korban berinisial S (14), ada sembilan orang anak di bawah umur yang telah menjadi korban perlakuan tidak senonoh pelaku.
Dari sembilan korban, baru empat orang yang lapor ke Polsek Sungai Kakap, Minggu (17/8) sore. Keempat korban adalah S (14), T (14), M (16), dan A (13). Satu di antara korban langsung dibawa ke Puskesmas setempat untuk menjalani visum. Hasil visum tersebut korban positif telah menjadi korban sodomi. Sedangkan lima korban lain tidak bisa hadir memberikan keterangan dengan alasan ada keperluan lain.
Setelah mendapat laporan dari orangtua korban, polisi langsung mendatangi rumah terduga pelaku berinisial PF di Parit Leban RT 28/ RW 09 Desa Punggur Kecil, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya. Namun polisi gagal meringkus pelaku, karena sudah melarikan diri dari rumahnya sejak Minggu (17/8) pagi. Sampai berita ini diturunkan, pelaku belum tertangkap. Tindakan kekerasan seksual itu dilakukan di rumah korban maupun di lab sekolah.
Modus kejahatan seksual pelaku dengan cara setelah latihan karate, siswa yang jadi target korbannya diajak ke rumahnya. Kemudian disuruh buka pakaian di kamar pelaku dengan dalih untuk dilihat kondisi badan bagus atau tidak. Setelah difoto dalam kondisi telanjang, kemudian pelaku memaksa korban untuk melakukan oral seks atau sodomi. Para korban terpaksa mengikuti nafsu bejat pelaku, karena diancam foto telanjangnya akan disebar.
Kasus sodomi yang dialami 9 siswa pria satu sekolah di Kubu Raya tersebut bagaimana pun tentu saja memiriskan hati para orangtua. Bisa dibayangkan, bagaimana hati para orangtua yang selama ini telah memercayakan pendidikan anak-anaknya di sekolah dan di bawah bimbingan guru yang profesional ketika di sana ternyata justru marabahaya tengah mengancam.
Zona tidak aman yang semula dipersepsi orangtua hanya mungkin terjadi di jalan-jalan sepi, di tempat-tempat gelap, atau di kawasan marginal ternyata keliru. Sebab, di sekolah dengan pengamanan yang ketat pun tidak tertutup kemungkinan terjadinya tindak kekerasan yang mengancam keselamatan dan masa depan anak-anak.
Pihak Kepolisian harus bisa segera menangkap pelaku. Setelah pelakunya tertangkap, pihak Sekolah, Dinas Pendidikan atau Pemkab Kubu Raya sudah semestinya membantu proses penyidikan kepada polisi dan mengerahkan tim psikologi guna mengetahui motif gangguan seksual PF. Kasus ini harus diselesaikan dengan cepat dan tidak boleh ditutupi seperti kekerasan seksual terhadap murid Taman Kanak-kanak JIS.
Pelaku sodomi pada anak-anak sudah selayaknya dihukum seberat-beratnya untuk memberikan sanksi yang setimpal kepada para pedofil yang telah merusak masa depan anak-anak. Terhadap anak-anak yang telah menjadi korban, harus dilakukan proses rehabilitasi untuk memulihkan trauma psikologis yang mereka alami. Sebab jika mereka tidak mendapat penanganan yang baik dan kurang penanaman nilai religiusitas, maka sangat mungkin kelak dirinya akan mempraktikkan tindakan tersebut alias menjadi pedofil. (Tribun Cetak)