Editorial
Waspada Kebakaran
Cuaca yang panas saat ini, karena memasuki kemarau, juga jadi faktor lain, betapa mudah terjadi kebaran permukiman dan lahan
Penulis: Hasyim Ashari | Editor: Jamadin
SELAMA Juli 2014, Kalbar dilanda rentetan peristiwa kebakaran di sejumlah daerah. Tak semata kebakaran lahan, yang membuat Pontianak dan sekitarnya diselimuti asap pekat, namun juga kebakaran permukiman yang merenggut korban jiwa.
Pada 23 Juli, Hifni (6) tewas terpanggang saat api menghanguskan lima unit rumah toko (Ruko) di Desa Makrampai, Tebas, Kabupaten Sambas. Ibunya, Munira (30) dan adiknya, Fieri (1), menderita luka bakar serius.
Pada 31 Juli, giliran Abdul Latief (10), yang mengalami nasib serupa. Putra sulung Kepala Madrasah Ibtidaiyah Hidayatul Muslimin I, ini juga ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa di antara puing-puing rumahnya yang terbakar di Parit Sembin, Jl Arteri Supadio, Sungai Raya, Kubu Raya.
Sehari sebelumnya, 30 Juli malam, api menghanguskan 22 ruko tiga lantai di Komplek Pasar Kapuas Besar, Jl Sultan Muhammad. Siangnya, sebanyak 14 rumah warga di Gg Selat Madura, Pontianak Utara, ludes.
Kebakaran juga terjadi pada 29 Juli sore, di mana rumah Anton di Gg Askot, Jl Tritura, Pontianak Timur, berubah jadi puing. Sepekan sebelumnya, 21 Juli, tiga rumah di Jl Tabrani Achmad, juga terbakar.
Sedangkan pada 17 Juli, sebanyak 21 kios rata tanah di Terminal Pasar Sungai Durian, Kelurahan Kapuas Kanan Hulu, Sintang. Di hari yang sama, tiga rumah warga di Jl Bodok-Meliau, Sanggau juga habis terbakar.
Dan, pada 2 Juli, sembilan unit kios di Pasar Rangga Sentap, Ketapang, juga tak ayal luluh lantak akibat dilahap Si Jago Merah. Jatuhnya korban jiwa, termasuk kerugian materi, kian menyayat hati karena kebakaran mayoritas terjadi saat Ramadan dan Idul Fitri 1435 H.
Ketika yang lain kyusuk beribadah dan berlimpah kebahagiaan di Hari Kemenangan, sebagian justru diuji keimanannya dengan bencana kebakaran. Tentu, bagi yang lain, bencana kebakaran ini juga menjadi hikmah, agar mempertajam kewaspadaan.
Meminimalisir berbagai potensi yang bisa memantik api, yang pada akhirnya menyulut bencana kebakaran. Dari mulai kearifan menggunakan kompor gas, peralatan elektronik, puntung rokok, hingga memeriksa kembali rangkaian kabel listrik di rumah.
Pada sebagian kasus kebakaran, kuat dugaan disebabkan oleh arus pendek, atau konsleting listrik. Cuaca yang panas saat ini, karena memasuki kemarau, juga jadi faktor lain, betapa mudah terjadi kebaran permukiman dan lahan.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahkan merilis, cuaca panas hingga 34 derajat celsius terjadi di Pontianak, Palembang, Palu, dan Manado. Dalam rentetan kasus kebakaran permukiman di Kalbar, ada beberapa hal yang patut dicermati.
Pertama, petugas pemadam kebakaran di sejumlah lokasi, kesulitan mengakses tempat kejadian perkara. Jalan yang sempit, lokasi yang jauh, hingga kerumuman warga, menjadi penghalang upaya petugas menjinakkan api secepatnya.
Apresiasi patut disemat, pada petugas pemadam kebakaran dari sejumlah yayasan yang tak kenal lelah bahu membahu menunaikan tugas mulia. Siang dan malam. Kedua, peristiwa kebakaran juga menjadi ranah penegak hukum, dalam hal ini pihak kepolisian.
Biasanya, Polres maupun Polda, menerjunkan Tim Laboratorium Forensik (Labfor), untuk melakukan penyelidikan terkait sebab musabab kebakaran. Terutama, dari mana api berasal.
Tanpa menapikan kerja keras aparat kepolisian, publik sangat berharap, apapun hasil yang didapat Tim Labfor, sejatinya diungkap.
Tentu, kita semua menghormati proses penyidikan. Namun, agar publik tak menerka-nerka penyebab rentetan kebakaran di Kalbar, besar harapan, hasil pemeriksaan itu seceatnya menjadi konsumsi publik. Apakah ada unsur kesengajaan, sabotase, atau murni karena kecelakaan. (Tribun Cetak)