Editorial
Membaca Arah Angin Kekuasaan
Politik itu semua peluang, semua kemungkinan bisa terjadi.
Penulis: Ahmad Suroso | Editor: Jamadin
PARTAI Golkar sepertinya tak pernah lepas dirundung gejolak, baik sebelum pilpres 9 Juli maupun pascapilpres. Setelah sejumlah elit partai Beringin khususnya dari kader muda dan ormas yang tergabung dalam Tri Karya yakni MKGR, SOKSI, dan Kosgoro memutuskan mendukung pasangan Capres- Cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla, berseberangan dengan kebijakan resmi DPP Partai Golkar yang mendukung Prabowo- Hatta Rajasa, kini partai Beringin kembali dilanda gejolak.
Setelah pasangan capres-cawapres nomor urut 1 yang didukungnya kalah suara dalam perhitungan cepat (quik qount) delapan lembaga survei, kini muncul wacana dari sejumlah elit partai agar Partai Golkar mengalihkan dukungannya ke pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Jokowi-JK. Partai Golkar dikabarkan bakal berpindah haluan ke pasangan Jokowi- JK bila hasil perhitungan suara resmi dari KPU yang akan diumumkan pada 22 Juli memenangkan Jokowi-JK.
Sinyal perubahan haluan tersebut disampaikan antara lain oleh Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tanjung, Waketum Partai Golkar Agung Laksono Jumat dan Minggu (13/7). Bahkan Agung Laksono yang juga mendesak perlunya dipercepat Munas Golkar tahun ini untuk memilih ketum baru menggantikan Aburizal Bakrie yang dianggap gagal menyatakan siap menjadi ketum Golkar.
Menurut aktivis Golkar sejak tahun 1970 yang kini menjadi Menkokesra itu, alasan kemungkinan berubah haluan politik pascapilpres jika Jokowi-JK ditetapkan sebagai pemenang, karena salah satu tugas pokok partai adalah membantu pemerintah. Artinya, Partai Golkar akan berada di lingkungan pemerintahan siapapun yang nantinya menjadi presiden.
Sebelumnya, Poros Muda Golkar menyebut besar kemungkinan DPP Golkar akan mengalihkan dukungannya ke Jokowi-JK jika pasangan ini dinyatakan menang dalam Pilpres 2014. Juru Bicara Poros Muda Golkar, Andi Sinulingga mengatakan besar kemungkinan DPP Partai Golkar akan mengalihkan dukungannya pada Joko Widodo-Jusuf Kalla jika dinyatakan menang dalam Pemilu Presiden 2014.
Pemberian dukungan itu dilakukan merealisasikan ambisi Golkar menjalankan visi dan misinya melalui pemerintahan yang terpilih. Bagi Partai Golkar, kata Andi, di Jakarta, Kamis lalu, yang terpenting adalah semangat melakukan pembangunan, dan mewujudkan cita-cita pendiri bangsa.
Andi melontarkan hal itu menanggapi pernyataan Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Tantowi Yahya yang merangkap juru bicara Tim Pemenangan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di DPP Partai Golkar, Jakarta belum lama ini. Tantowi mengatakan partainya akan meninggalkan koalisi yang dibangun dengan Partai Gerindra jika kalah dalam pilpres.
Bukan suatu hal yang baru jika Golkar kemudian bergabung ke dalam pemerintahan terpilih dalam koalisi di parlemen. Pada Pemilu 2004, Golkar mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden Wiranto-Salahudin Wahid. Pasangan itu kalah dan Golkar akhirnya bergabung dengan gerbong partai pendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla di parlemen.
Pada Pemilu 2009, Golkar mengusung pasangan Jusuf Kalla- Wiranto yang kembali kalah, sehingga di parlemen akhirnya Golkar bergabung dengan pemerintahan SBY-Boediono.
Sekarang apakah Golkar akan bergabung dengan partai atau pemerintahan yang terpilih, sangat terbuka kemungkinan untuk itu. Politik itu semua peluang, semua kemungkinan bisa terjadi.
Meminjam istilah pengamat politik dan Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari, Golkar itu beringin yang bergerak kemana arah angin kekuasaan bertiup. Munculnya gejolak di internal Golkar semakin menarik karena waktunya berdekatan dengan Pilpres. Namun Golkar diyakini tetap akan mengikuti siapa pun yang menjadi pemenang.
Karena sepanjang sejarah berdirinya, Partai Golkar belum pernah memposisikan sebagai partai oposisi, melainkan selalu berada di dalam pemerintahan. Seperti apa konstelasinya, semuanya masih wait and see. (Tribun Cetak)