Editorial

Memidanakan Penilep Dana Bansos

Tahun ini, dalam APBN Perubahan, dana bansos membengkak dari Rp 55,8 triliun menjadi Rp 91,8 triliun.

Penulis: Ahmad Suroso | Editor: Jamadin
ILUSTRASI 

ANCAMAN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memidanakan Menteri, Gubernur, Kepala Daerah dan anggota DPR-DPRD pengguna dana bantuan sosial (Bansos) untuk berkampanye pada pemilu 2014 sudah tepat. Peringatan KPK tersebut seperti disampaikan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, di Jakarta, Selasa (1/4). Sebab peningkatan pos dana bansos atau hibah yang mencapai 100 persen pada 2014 rentan diselewengkan untuk pendanaan pileg dan pilpres.

Total dana Bansos yang tersebar di 14 Kementerian saja mencapai Rp 91,8 triliun. Belum lagi dana Bansos yang ada di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Padahal tahun lalu, bujet pos ini hanya tercatat Rp 49 triliun. Tahun ini, dalam APBN Perubahan, dana bansos membengkak dari Rp 55,8 triliun menjadi Rp 91,8 triliun.

Kenaikan dana bansos itu menurut Menteri Keuangan, merupakan dampak dari program baru, yakni jaminan kesehatan dalam payung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Toh, kecurigaan pengucuran dana untuk pos ini membengkak sampai dua kali lipat lantaran ada pemilu pun tak terelakkan. Di tengah panasnya panggung pemilu 2014, tidak mustahil dana bansos itu diselewengkan untuk mendongkrak perolehan suara.

Karena itu KPK pekan lalu menyurati Presiden SBY meminta agar alokasi anggaran itu dihentikan sementara, dan pengelolaannnya disatukan ke Kementerian Sosial. Sebab, komisi ini menemukan indikasi peningkatan pemakaian dana bansos dan hibah, yang melibatkan unsur daerah. Surat serupa dikirimkan ke semua gubernur, bupati dan wali kota di seluruh Indonesia.

Tentu sangat tidak pantas dan menyakitkan, jika dana untuk rakyat miskin itu dipakai untuk mendongkrak suara, dengan cara mendompleng kampanye pileg dan pilpres pada proyek bantuan sosial. Dana bansos dibajak untuk agenda pemenangan pemilu. Riwayat penyaluran dana bansos dan hibah di negeri ini juga banyak ditemukan penyimpangan.

Misalnya, tahun lalu, seperti dilansir majalah Tempo edisi 31 Maret-6 April 2014, Kejaksaan Agung mengusut penggelapan dana bansos dan hibah Rp 245 miliar di Kabupaten Bogor. Di Provinsi Banten pada 2011, menurut Indonesia Corruption Watch, Gubernur Ratu Atut Chosiyah diduga selewengkan bansos sekitar Rp 34,9 miliar. Korupsi duit bansos itu diduga kuat terkait erat dengan agenda pemenangan Pilkada.

Karena itulah, kita mendukung penegasan KPK yang akan memidanakan pejabat dan wakil rakyat pengguna dana bansos untuk berkampanye. "Nanti kalau ada laporan dari masyarakat kepada kami, incumbent (petahana) menteri maupun level di bawahnya, DPR pusat maupun daerah yang menggunakan dana bansos atau dana lain kategori gratifikasi, kami akan proses," tegas Busyro seperti diberitakan koran ini kemarin.

Presiden SBY sendiri menyepakati masukan KPK agar dana Bansos ditertibkan. Inti surat KPK itu, kata SBY pada sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Selasa (1/4), anggaran bansos, pusat dan daerah, perlu ditertibkan. Saya pikir apa yang disampaikan KPK beserta rekomendasinya benar dan saya dukung KPK.

Kita setuju, penyaluran dana bansos dihentikan sementara sampai pemilu 2014 selesai. Tetapi mengingat masyarakat kelas bawah sangat membutuhkan bansos yang difungsikan sebagai jaring pengaman ini, penundaan penyaluran secara total kurang bijak. Pemerintah tetap perlu memberi pengecualian untuk beberapa pos yang penting. Misalnya, pendidikan, penanggulangan bencana, dan kesehatan. Kan tidak mungkin memaksa orang kecil untuk stop berobat ke rumah sakit, sampai pemilu 2014 selesai.

Ke depan, pemerintah perlu mengevaluasi dana bansos. Pengawasan ketat menjadi kunci keberhasilan program jaring pengaman ini. Misalnya, dengan melakukan pemberdayaan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) di daerah maupun di kementerian-kementerian untuk mengontrol pengelolaan bansos dan hibah. (tribun cetak)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved