Editorial

Sikap Ambigu Pejabat Negara

Sedangkan menteri yang sudah mengajukan surat cuti untuk kampanye ada enam.

Editor: Jamadin
DEMOKRAT.CO.ID
Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono. 

MENJELANG kampanye terbuka pemilu legislatif pada 16 Maret 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah menteri mengajukan cuti kerja. Presiden SBY akan cuti untuk kampanye pemilu pada 17-18 Maret. Sedangkan menteri yang sudah mengajukan surat cuti untuk kampanye ada enam.

Mereka dua petinggi Partai Demokrat yang juga Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan, dan Menteri Perhubungan EE Mangindaan. Menko Perekonomian Hatta Rajasa yang juga ketua DPP Partai Amanat Nasional, dan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Kemudian dua kader Partai Keadilan Sejahtera yang menduduki Menteri Pertanian Suswono, dan Menkominfo Tifatul Sembiring.

Memang tidak ada larangan Presiden dan enam menteri tersebut cuti untuk menjadi juru kampanye. Karena pengajuan cuti menteri diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2013. Dalam Pasal 11 Ayat 3, disebutkan bahwa pejabat negara melaksanakan cuti selama dua hari kerja dalam satu minggu pada kampanye pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, selama kampanye rapat umum sampai dimulainya masa tenang.

Adalah hak pejabat negara untuk cuti berkampanye demi partainya atau dirinya sendiri yang ingin maju sebagai caleg setelah nantinya tidak lagi jadi menteri. Tetapi perkembangan para pejabat negara yang cuti kampanye demi pemilihan legislatif itu ditengarai mengganggu kinerja pemerintahan. Pejabat negara menjadi tidak fokus bekerja lantaran sibuk mengurus partai.

Idealnya pejabat negara harusnya mengedepankan kepentingan pelayanan publik. Apalagi untuk sekelas Presiden atau menteri yang tugasnya mengkoordinator menteri-menteri bidang ekonomi. Dikhawatirkan orang-orang yang sudah diberi amanah untuk mengurus pemerintahan itu akan kehilangan fokus.

Hal itu akan menimbulkan ambiguitas dalam jalannya tata pemerintahan. Sikap ambigu itu terlihat ketika SBY mewanti-wanti agar para menterinya tetap mengerjakan tugas-tugas pemerintahan tetapi mereka justru ikut berkampanye menjelang Pemilu Caleg. Tampaknya SBY tidak tega melihat partainya menjadi nomor tiga dan juga SBY merasa bertanggung jawab untuk
memenangkan partai Demokrat sehingga merasa perlu 'turun gunung'.

Setuju dengan pengamat politik Universitas Indonesia, Indria Samego dikutip Gresnews.com, Jakarta, Selasa (11/3) yang berpendapat penilaian mata masyarakat kepada SBY akan menjadi negatif karena ketika menjadi juru kampanye secara otomatis SBY akan meninggalkan tugas-tugas kenegaraan.

Meskipun beberapa kali baik SBY dan para menteri yang merangkap jabatan sering memberikan pernyataan dapat membagi waktu antara urusan partai politik dan tugas kenegaraan. Indria mengaku secara pribadi tidak percaya atas statement SBY dan para menteri yang dapat membagi waktu antara partai politik dengan tugas kenegaraan.

Secara nalar politik, kepentingan kampanye akan lebih diutamakan karena itu menyangkut jabatan yang ingin dikejarnya untuk lima tahun mendatang. Nah karena rangkap jabatan, sebagai pejabat negara sekaligus petinggi partai sangat memungkinkan dipenuhi oleh konflik kepentingan.

Baik SBY maupun para menteri dalam melakukan suatu kegiatan pastinya menggunakan fasilitas negara, begitu juga dalam melakukan kampanye. Meski hal itu sudah secara tegas dilarang, pengalaman pada sejumlah pemilu sebelumnya membuktikan penggunaan fasilitas negara itu masih banyak dilakukan. Inilahlah yang mesti terus perlu kita ingatkan agar mereka tidak menggunakan fasilitas negara, baik secara terang-terangan maupun terselubung. (tribun cetak)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved