Editorial

Hentikan Teror Layang-layang

Rafif Hadi Azha tentu saja bukan satu-satunya korban akibat tali layang-layang yang menggunakan gelasan dan tali kawat

Editor: Jamadin
isfiansyah
Aparat gabungan Satpol PP, Polisi, dan TNI saat mengamankan pemain layangan, Kamis (6/3/2014) 

Permainan layang-layangan kembali makan korban. Kali ini korbannya seorang balita berusia tiga tahun, Rafif Hadi Azha Bin Dwi Nuryadi. Anak yang masih lucu-lucunya itu meninggal setelah lehernya terjerat tali layang-layang yang menggunakan tali gelasan saat ia ikut bersama ibu dan pamannya membonceng sepeda motor.

Rafif Hadi Azha tentu saja bukan satu-satunya korban akibat tali layang-layang yang menggunakan gelasan dan tali kawat. Sudah banyak korban lain yang terkena permainan yang mengasikkan namun membahayakan ini. Tiap tahun ada saja korban yang tewas kesetrum listrik karena tali layangan yang menggunakan kawat.

Pada 7 Mei 2012 misalnya, Wahyudi siswa SMP kelas dua di Pontianak Utara meninggal dunia akiba7 kesetrum aliran listrik tegangan tinggi saat menarik tali layang-layang putus yang menggunakan tali kawat. Nasib serupa dialami Martha Rita (42) karena kesetrum kawat layangan yang menyentuh jemuran, ia juga meninggal pada Sabtu (3/8/2013).

Jauh sebelumnya ada juga siswa SMA yang meninggal akibat terjerat tali layangan yang menggunakan gelasan. Peristiwa yang terjadi pada 28 Mei 2009 tersebut merenggut nyawa Riski Amalia (15) siswi SMAN 1 Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya. Dia tewas dengan leher nyaris putus akibat tali layangan ketika mengendarai motor sekitar pukul 17.30 di Jalan Raya Kakap antara Polsek Kakap dan Koramil. Jika ditelisik lebih jauh, sudah sangat banyak korban akibat tali layang-layang. Beberapa di antaranya pengendara yang terluka akibat terjerat atau terjatuh akibat tali layangan. Pertanyaanya sampai kapan teror ini akan berlangsung? Sebab korbannya tak hanya luka- luka, namun sudah memakan korban jiwa.

Pemerintah Kota Pontianak sebenarnya sudah punya alat untuk menjerat para pemain layang-layang melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 15 tahun 2005 tentang Perubahan Kedua Perda Nomor 3 tahun 2004 tentang Ketertiban Umum.

Layang-layang diatur juga dalam aturan tersebut. Pada pasal 22 ayat 1 misalnya menyebutkan setiap orang dilarang bermain layang-layang dalam wilayah Kota Pontianak kecuali untuk kegiatan festival atau budaya atas izin kepala daerah. Pada ayat 2 secara tegas disebutkan untuk kegiatan festival atau budaya yang diizinkan dilarang menggunakan tali atau bahan metal, logam, kawat, dan sejenisnya.

Meski demikian, aturan seolah-olah tinggal aturan. Setiap musim kemarau layang-layang masih dengan bebas dimainkan tak hanya oleh anak-anak namun juga oleh orang dewasa. Harapan kita dengan kejadian yang sudah kesekian kalinya ini, pemerintah bisa semakin tegas dalam menerapkan aturan hukum. Hukuman yang berat kiranya setimpal bagi pelaku yang sampai menyebabkan korban jiwa.

Humas Pengadilan Negeri Pontianak Erwin Cong mengatakan, jika pemain layang-layang mengakibatkan korbannya meninggal, tentu masuk ranah pidana umum (Pidum).
Tentu saja hukuman hanya satu di antara instrumen agar para pemain layang-layang yang menggunakan gelasan atau kawat untuk jera. Cara lain yang lebih persuasif adalah melibatkan tokoh setempat, baik itu RT dan RW hingga tokoh-tokoh informal seperti orang yang dituakan serta tokoh agama. Harapan kita, semoga ini adalah kasus terakhir warga Pontianak meninggal akibat tali layang-layang. (tribun cetak)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved