Editorial

Uang Panas THR untuk DPR

Untuk anggota Komisi VII yang berjumlah 43 orang, masing-masing diberi 2500 dolar AS

Editor: Jamadin
ILUSTRASI 

PERSIDANGAN  kasus suap dengan terdakwa mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Rudi Rubiandini yang menghadirkan mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Didi Dwi Sutrisno Hadi sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/2) mengonfirmasikan secara gamblang maraknya praktik politik transaksional di republik ini.

Dalam sidang yang menghadirkan Ketua Komisi VII Sutan Bhatoegana, Didi mengungkapkan pernah menyerahkan amplop berisi 140 ribu Dolar AS atau setara Rp 1,6 miliar dari SKK Migas buat anggota dan pimpinan Komisi VII DPR kepada stafnya Sutan Bhatoegana, Irianto yang datang ke kantor ESDM pada Mei 2013. Penyerahan uang itu lengkap dengan tanda terima yang ditanda tangan oleh Irianto.

Uang dimasukkan amplop dengan diberi inisial: P untuk pimpinan, A utuk anggota, S untuk sekretariat komisi. Perinciannya, empat pimpinan Komisi VII DPR masing-masing mendapat 7500 dolar AS. Untuk anggota Komisi VII yang berjumlah 43 orang, masing-masing diberi 2500 dolar AS. Sedangkan untuk Sekretariat Komisi VII DPR diberi 2500 dolar AS.

Selain uang sebanyak Rp 1,6 miliar, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK disebutkan terdakwa Rudi Rubiandiri semasa menjadi Ketua SKK Migas diduga menyerahkan uang 200 ribu Dolar AS yang diberikan ke Bhatoegana sebagai uang Tunjangan Hari Raya (THR) menjelang lebaran 2013. Rudi mengatakan, uang diberikan melalui anggota Komisi VII Tri Yulianto. Rudi juga mengakui pernah mengadakan pertemuan dengan Sutan di sejumlah tempat makan di Jakarta. Namun Sutan maupun Yulianto membantah.

Rudi dalam kasus yang tengah membelitnya mengaku didesak untuk memberikan uang THR kepada Komisi VII, dengan maksud untuk menjaga hubungan informal antara SKK Migas dengan Komisi VII. Sejauh ini memang pembenahan dilakukan SKK Migas, ternyata hal itu mengganggu kenyamanan Komisi VII. Pasalnya akan merubah semua fasilitas yang kerap diterima angota DPR dari SKK Migas. Inilah yang memicu terjadinya korupsi.

Pernyataan Didi yang diucapkan dibawah sumpah itu menguatkan dugaan bagaimana uang negara begitu mudah dijadikan sebagai bancaan. Bila keterangan Didi dan Rudi itu benar, inilah bentuk transaksi politik uang yang nyata, sekaligus meneguhkan dugaan bahwa nyaris tidak ada partai politik yang tidak terseret dalam politik transaksional.

Jika melihat dari modusnya, pemberian THR tersebut merupakan pemberian gratifikasi. Tentu ini tidak lazim terjadi, pejabat atau anggota DPR yang notabene adalah pembuat, perumus kebijakan sekaligus lembaga pengawas, memperoleh dana illegal. Jelas ini akan mempengaruhi indepedensi, termasuk fungsi budgeting dan controlling wakil rakyat kita.

Sebelum ini, kita mendengar beberapa proyek atau anggaran yang diputuskan DPR juga terindikasi adanya gratifikasi. Ada tujuan tertentu dari gratifikasi ini, tentu tidak terjadi atas inisiatif perorangan tapi sejumlah banyak orang. Misalnya dalam kasus SKK migas, tujuannya bagaimana agar secara kelembagaan Komisi VII tidak merubah kebijakan yang sudah diterapkan SKK migas. Ini tidak hanya terjadi di tingkat nasional, tapi juga daerah.

Tentu sangat disayangkan, kenapa hal seperti ini muncul. Karena jelas-jelas Undang Undang Anti Korupsi menjelaskan bahwa pejabat tidak boleh menerima sesuatu yang dapat mempengaruhi kewenangan dalam merancang sebuah kebijakan. Dalam konsep anti rasuah itu tidak dibolehkan baik secara aktif maupun pasif.

Pejabat termasuk anggota legislatif tidak boleh menerima sesuatu dari lembaga yang dia awasi, sebab sudah diberikan tunjangan dan fasilitas dari negara, sehingga tidak boleh menerima dari luar. Namun, meskipun sudah banyak anggota dewan yang akhirnya dipidanakan dan masuk ke dalam sel, hampir semuanya bermasalah dengan gratifikasi, praktik lancung wakil rakyat itu masih saja marak. Semua ini sangat mungkin pengaruh politik Indonesia saat ini yang masih berbau rentenir. (tribun cetak)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved