Editorial

MK Tanpa Pengawas

Delapan hakim MK dalam putusannya yang disampaikan Ketua MK Hamdan Zoelva membatalkan UU No 4/2014.

Editor: Jamadin
Kompas.com
Majelis Hakim MK saat menggelar sidang MK 

HARAPAN  sejumlah kalangan agar Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan uji materi Undang-Undang penyelamat MK Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Perppu Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi kandas.

Delapan hakim MK dalam putusannya yang disampaikan Ketua MK Hamdan Zoelva membatalkan UU No 4/2014. Konsekuensi dari keputusan ini, MK tidak lagi ada diawasi oleh siapa pun. Padahal dengan tidak adanya pengawas, fakta membuktikan mantan Ketua MK Akil Mochtar bermain suap dalam mengadili perkara. UU Penyelamatan MK tersebut yang mengamanatkan KY menjadi leader pengawas MK menjadi tidak berlaku.

"KY bukanlah bukanlah lembaga pengawas," ujar Hamdan saat membacakan amar putusannya, Kamis (13/2) MK menilai UU Nomor 4 Tahun 2014 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap.

Dengan demikian, undang-undang tersebut dinyatakan tak berlaku lagi. MK kemudian memutuskan UU Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 8 Tahun 2011 berlaku kembali. Seperti diketahui, permohonan uji materi ini diajukan oleh gabungan advokat dan konsultan hukum yang menamakan diri mereka Forum Pengacara Konstitusi serta sejumlah dosen Fakultas Hukum Universitas Jember. Uji materi undang-undang itu menyasar tiga substansi dalam UU Nomor 4 Tahun 2014.

Pertama, untuk mendapatkan hakim konstitusi yang baik, ada perubahan dalam persyaratannya sesuai Pasal 15 ayat (2) huruf i. Syaratnya, seseorang tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat tujuh tahun sebelum diajukan sebagai calon hakim konstitusi.

Kedua, undang-undang yang mengesahkan ini memuat penyempurnaan mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi. Untuk itu, sebelum ditetapkan presiden, pengajuan calon hakim konstitusi oleh Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, dan presiden didahului proses uji kelayakan dan kepatutan yang dilaksanakan panel ahli.

Ketiga, tentang perbaikan sistem pengawasan yang akan lebih efektif. Caranya dengan membentuk Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang sifatnya permanen. Majelis Kehormatan ini nantinya dibentuk Komisi Yudisial dan MK. Majelis beranggotakan lima orang, yaitu seorang mantan hakim konstitusi, seorang praktisi hukum, dua akademisi yang salah satu atau keduanya berlatar belakang hukum, dan seorang tokoh masyarakat. Dengan putusan tersebut, kredibilitas MK telah dipertaruhkan.

Sebelumnya sejumlah kalangan, antara lain Komisioner KY, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Padang, Saldi Isra, Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK yang disampaikan di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), berharap MK menolak permohonan untuk mengadili perkara tersebut. Namun dengan mengabulkan untuk mengadili perkara tersebut, dengan amar putusan menolak isi permohonan uji materi UU penyelamat MK tersebut, kredibilitas MK telah mempertaruhkan.

Sebab sebenarnya tak layak dan tidak etis hakim-hakim MK mengadili perkara yang menyangkut wewenang, hak, persyaratan, pengawasan atas mereka sendiri. Dalam dunia peradilan ada asas, "nemo judex in causa sua", artinya "hakim tidak mengadili ihwal yang terkait dirinya sendiri". Bukan kali ini saja, MK membatalkan ketentuan tentang pengawasan hakim MK. Sebelumnya, pembatalan pengawasan oleh KY ketika membatalkan sejumlah ketentuan pengawasan di dalam UU KY (Putusan Nomor 005/PUU-IV/-2006) dan pembatalan Majelis Kehormatan Hakim MK yang diatur di dalam UU Nomor 8 Tahun 2011 (perubahan pertama UU MK).

Tidaklah berlebihan jika publik khawatir, dengan dibatalkannya lagi ketentuan pengawasan MK tersebut akan muncul generasi Akil, (mantan Ketua MK Akil Mochtar ) berikutnya. Sejak Akil ditangkap tangan oleh KPK karena tindak pidana penyuapan, lembaga yudikatif baru itu kemudian terus mendapat sorotan dan dapat dikatakan tak pernah absen dari pemberitaan. (tribun cetak)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved