Adaptasi Sistem Pengajaran Amerika
Tahun ini, Indonesia hanya dapat mengirimkan tiga tenaga profesional, satu di antaranya adalah Stella.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Rasa haru dan bahagia itulah yang diungkapkan Stella Prancisca, Dosen Bahasa Inggris Untan ini, ketika dirinya dinyatakan lolos seleksi dan berhak mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP), yang diadakan oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, pada 11 sampai 31 Maret 2013 lalu.
Ini merupakan program pertukaran bagi tenaga profesional di seluruh dunia. Tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program tersebut. Tahun ini, Indonesia hanya dapat mengirimkan tiga tenaga profesional, satu di antaranya adalah Stella.
"Sebenarnya sih ada tiga yang dikirimkan Indonesia. Satu orang tenaga pengajar dari SMP Madura, SMA Jakarta, dan saya sendiri. Kebetulan yang dari Madura terkendala dengan masalah visa, jadi ia enggak berangkat. Saya merasa tersanjung dan berharga mendapatkan pengalaman luar biasa untuk bisa ke sana," ungkap Stella panggilan akrab ibu yang sedang mengandung anak keduanya itu, saat ditemui Tribun di American Corner Untan, Rabu (22/5/2013).
Selama sepuluh bulan ia harus menunggu hasil pengumuman seleksi program tersebut. Ia sangat berharap dapat lolos seleksi itu. "Ketika umroh saya memanjatkan doa saat di Kakbah, agar saya dapat lolos seleksi. Alhamdulillah doa saya tidak sia-sia," ujarnya sambil tersenyum.
Selama tiga pekan ia berada di Amerika. Banyak cerita yang diperolehnya saat di sana. Di antaranya ia dapat merasakan perjalanan gratis berkunjung ke enam negara bagian di Amerika Serikat, seperti Dallas, Washington, Iowa, dan Boston.
Menurutnya, pengalaman yang sangat menarik ketika ia berada di Iowa. Di mana ia pertama kali bisa merasakan dinginnya salju dan dapat memegang langsung bola salju. "Di Iowa saljunya enggak terlalu banyak. Yang banyak itu saat di Boston. Saya senangnya minta ampun. Saya langsung mengabadikannya," cerita perempuan yang sangat gemar membaca majalah The Oprah Magazine itu.
Tak hanya itu, Stella juga sempat berkunjung ke beberapa sekolah di Amerika. Dari jenjang SD sampai perguruan tinggi. Di sana ia melihat langsung sistem pengajaran yang diberikan.
"Banyak kegiatan yang saya lakukan di sana. Seperti diskusi, kunjungan profesional, observasi, konferensi, tukar pengalaman, membangun net working dengan teman-teman profesional di bidang swasta dan pemerintahan, dan masih banyak lagi. Pokoknya kegiatan saya padat di sana," ucap Director of American Corner Untan itu.
Berulang kali ia menuturkan tidak menyangka akhirnya bisa juga bertandang ke Amerika. Yang tadinya hanya mendengar dan melihat lewat media tentang negara Amerika, sekarang ia sudah bisa melihat dan merasakan langsung seperti apa Amerika itu.
"Saya tidak menyangka saja sampai sekarang bisa menjejakkan kaki di sana. Saya ini hanya orang kampung. Dan saya membuktikan kepada semua orang, bahwa merekapun bisa mendapatkan kesempatan yang sama seperti saya. Setiap orang berhak memiliki impian, asalkan diiringi usaha, kerja keras, dan doa," pesannya.
Setelah pulang dari Amerika, ilmu yang didapatkannya di sana ia aplikasikan di pontianak. Ia mulai mengubah secara perlahan sistem pengajaran yang diterapkan selama ini. Ia mengadaptasi dan mengimprovisasi sistem pengajaran di Amerika.
Ia menjelaskan, sistem pengajaran yang diterapkan seperti bagaimana memotivasi mahasiswa (pelajar) untuk tertarik belajar bahasa Inggris. Hal itu dapat dilakukan tidak hanya di dalam kelas, tapi juga di luar kelas.
"Saat ini mahasiswa masih menganggap belajar bahasa Inggris merupakan kewajiban akademik yang harus mereka jalani. Sehingga ketertarikan mereka terhadap bahasa Inggris agak kurang. Lewat sistem pengajaran yang saya terapkan kali ini, lebih membuat mereka aktif, tidak hanya di dalam, tapi juga di luar kelas," paparnya.
Untuk membuat mahasiswa aktif di luar kelas, kerap Stella memberi banyak kegiatan mandiri. Menyuruh mereka sering mengunjungi website, dan belajar English lewat movie screening misalnya. Supaya membuat hari-hari mereka efektif belajar bahasa Inggris.
"Pada dasarnya, waktu efektif itu lebih banyak di luar kelas. Sehingga sangat penting membuat mereka lebih banyak memanfaatkan waktu di luar kelas dengan tugas atau kegiatan mandiri," imbuhnya.
Baginya tidak mudah mengadaptasi sistem pengajaran tersebut, karena itu dibutuhkanlah improvisasi. Cocok di negara lain, belum tentu cocok di negara kita. Jadi tergantung kreativitas tenaga pengajarnya dan jangan ditelan bulat-bulat. Tentunya disesuaikan juga dengan karakter daerah masing-masing.
Progress yang terjadi selama dua bulan ini, menurutnya sangat tampak sekali. Mahasiswa jauh lebih termotivasi dalam belajar bahasa Inggris. Dan mereka tidak menjadi beban lagi ketika mempelajarinya, justru menjadi lebih suka serta tertarik mendalaminya. "Itulah dampak yang dapat dirasakan dari kebiasan mandiri di luar kelas tadi," tambahnya.
Ia yakin, selama sistem pengajaran tersebut diaplikasikan dengan baik oleh para tenaga pengajar yang ada di Indonesia, maka para pelajar atau mahasiswa tidak hanya dapat menyamai tapi bahkan bisa melebih mereka. (mir)
Biofile:
Nama lengkap: Stella Prancisca
Panggilan: Stella
Kelahiran: Pontianak, 3 Juni 1980
Hobi: Travelling, mendengarkan musik, membaca majalah english dan kamus
Suami: Eko Mulyawan
Anak: Muhammad Bintang Raafi Mulyawan
Pendidikan:
* SD Islamiah Pontianak
* SMP Gembala Baik Pontianak
* SMA Gembala Baik Pontianak
* Sarjana Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Untan
* Master Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Sebelas Maret, Solo