Melihat Dusun Wisata Sadap

Wouw, Merangkak Di Bukit Curam

Jarak tempuhnya 1-2 jam dari Camp Tekelan. Selain itu agenda animal watching di bekas helipad.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PUTUSSIBAU - Suara-suara aneka satwa penghuni hutan di sela belukar lebat dan pepohonan kekar menjulang ke langit, seakan memanggil jiwa-jiwa yang tertidur di Camp Tekelan Taman Nasional Betung Kerihun, Kapuas Hulu. Alam perawan yang kian hari sulit dijumpai di Tanah Air.

Hamparan Camp Tekelan Taman Nasional Betung Kerihun, tepat depan Sungai Tekelan. Camp grownd di kawasan ini, berkapasitas 60 orang dilengkapi fasilitas dum/tenda di bagian atas dan bawah, kamar mandi cuci kakus (MCK), hingga dapur pembakaran untuk memasak.

"Beberapa hari lalu, kami mengadakan fun fishing bersama program Mancing Mania. Lumayan, tim kami yang dapat strike. Padahal, kami tim underdog," tutur Tour Operator Katayot, Nelson.

Nelson dipercaya sebagai koordinator lapangan paket wisata TNBK. Ia memandu perjalanan Tribun bersama rombongan, di antaranya SKPD Kapuas Hulu, Komunitas Pariwisata Kapuas Hulu, GIZ dan WWF Indonesia.

Nelson telah dua tahun jadi staf pembantu TNBK. Menurut Nelson, Camp Tekelan yang dibangun tahun lalu, diharapkan memberi warna tersendiri, "magnit" ekowisata Kapuas Hulu, khususnya TNBK.

Tujuan akhirnya, peningkatan ekonomi masyarakat. Paket wisata ini pun pengelolaannya diserahkan masyarakat Dusun Sadap. "Ini baru permulaan, masih banyak pembenahan.

Misalnnya, dermaga di Dusun Sadap, kemasan paket wisata, fasilitas pelayanannya, tour guide dan lainnya yang harus dikemas apik, agar spesial," timpal Kepala Balai Besar TNBK, Joko Prihatno.

Selain panorama Dusun Sadap, tracking biodiversity dan mikrohidro yang ada, TNBK memacu paket-paket wisatanya. Misalnya, rencana kunjungan ke lokasi kebun Blok Ketungun berupa hamparan benih-benih kayu belian/ulin.

Jarak tempuhnya 1-2 jam dari Camp Tekelan. Selain itu agenda animal watching di bekas helipad. Mengenai Camp Tekelan, Nelson punya kisah impresif. Ketika membangun pondasi dasar camp, ditemukan artefak gerabah bertuliskan huruf-huruf China. Sayang, artefak itu pecah akibat pembongkaran.

Nelson yang tak mengetahui latar benda sejarah itu kemudian memperlihatkan foto-foto bersama timnya pada 2010-2011. Orang utan, temuan Lutvie Waterfall dan aneka flora dan fauna lainnya  penghuni TNBK.

Malam makin larut, nyanyian jangkrik kian mengeras dan bersahutan. Nyamuk-nyamuk hutan pun mulai unjuk koloninya di malam yang semakin dingin. Rombongan memutuskan beristirahat, apalagi esok agendanya menyusuri eksotika TNBK, berpetualang di alam liar.
                                                                                                                            Jejak Beruang

Begitu matahari mulai menyingsing, Senin (31/10), hujan deras menyirami hutan tropis di Heart of Borneo itu. Suasana dingin menyeruak sampai sumsum tulang. Bukan aral bagi rombongan untuk menikmati panorama alam hutan yang begitu eksotis. Udara alami hutan begitu  menyegarkan badan.

Sejenak kami berdiskusi tentang pilihan medan yang akan ditempuh saat hujan. Langsung melalui jalur sungai atau jungle tracking. Rombongan akhirnya memilih opsi terakhir. Rombongan dibagi dua tim untuk mengantisipasi medan yang licin.

Perjalanan menantang di depan mata. Beberapa menit kemudian kami menapaki bukit, lalu memasuki belantara hutan. Semak-semak dan guguran dedaunan menjadi track yang kami lalui bertambah licin. Jika tak menapakkan kaki secara tepat, akan tergelincir ke bawah.

Episode jungle track ini sejauh 2.200 meter. Rombongan bergerak mengikuti jalur yang diberi tanda. Menemani perjalanan ini, Nelson mulai mengurai kisah-kisah flora dan fauna hutan.

"Hutan itu penuh sumber makanan bagi mahluk hidup, makanya kita harus menjaganya. Contohnya ini, bisa mengobati luka dan kepala pusing," jelas Nelson sembari menunjukkan tanaman. Cerita Nelson terpotong, saat matanya mendadak terbelalak pada jejak beruang madu di sekitar rombongan.

Jejak itu berupa tanah yang terbongkar dan sedikit kasar bentukannya. "Sepertinya, baru saja ini. Mungkin cari semut. Itu banyak sarang semutnya," jelas Nelson sambil menunjuk sarang semut. Jejak beruang madu itu bukan satu-satunya dalam perjalanan di rimba.

Berkali-kali kami temukan jejak serupa, demikian halnya jejak babi hutan, trenggiling, hingga peristirahatan orang utan. "Ini bekas orang utan. Masih ada jejaknya. Lihat, di bawah ini ada sarang semut," kata Nelson sambil menunjuk pohon bercelah, umumnya dipakai orang utan duduk sambil mengunyah semut.

Cerita Nelson terhenti, manakala terdengar teriakan tim pertama. Mereka melihat kumpulan tawon mengamuk karena sarangnya tersentuh. Rombongan kami pun memutuskan mengalihkan track. Jalur baru ini, woouuw....lebih menantang lagi, jalur curam.

Bisa dibayangkan, cuaca hujan dengan medan curam. Sungguh petualangan fantastis yang memacu adrenalin petualang. Dengan memegang batang pohon, ranting, liana, bahkan merangkak menapaki bukit menuju target.

Rapatnya pohon, semak belukar, hamparan guguran daun dan bekas jejak penghuni hutan, makin memompa spirit untuk menyibak misteri yang tersembunyi di kawasan hutan liar itu. (bersambung.......)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Sungai "Amazon" di Mars Terungkap

 

Ini, Pencetus Pertama Konsep Kiamat

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved