Cinta Terakhir Bung Karno
Soekarno Dekati Heldy Saat Usia Baru 18 Tahun (4)
Karuan saja, hati Heldy berkecamuk, antara takut, senang dan gemetar. Ia takut melakukan kesalahan saat lenso dengan presiden.
Oleh:
Achmad Subechi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA
- SEJAK kali pertama bertemu, Presiden Soekarno rupanya mulai terpikat
dengan Heldy. Saat berada di Istana, tokoh proklamator itu tak
segan-segan mengajukan pertanyaan kepada sang gadis. Apa isi dialognya?
GERAK-gerik Presiden RI I Soekarno saat berdialog dengan Heldy, gadis asal Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, rupanya diamati oleh Yus kakak kandung Heldy.
Seorang bagian protokol kepresidenan
mendekati Yus. "Adikmu tadi mendapat perhatian khusus dari Presiden.
Lihat adikmu diajak bicara Presiden. Artinya, adikmu mendapat perhatian.
Baik-baik dijaga," pesannya. Mendengar nasehat itu, Yus sendiri tidak
tahu makna dari kata dijaga.
Pengalaman pertama menjadi anggota barisan Bhineka Tunggal Ika, membuat Heldy senang. Apalagi, ia sempat diajak ngobrol Bung Karno. Selanjutnya, pertemuan antara Heldy dengan Bung Karno terjadi, ketika kepala sekolahnya, memanggil Heldy.
Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP) yang kemudian berubah nama menjadi Sekolah Kepandaian Keputrian Atas (SKKA). Sekarang sekolah itu diubah lagi menjadi Sekolah Menengah Kepandaian Keputrian (SMKK).
Tak hanya
Heldy. Beberapa murid lainnya juga dipanggil dan diajak ke Istana Bogor
untuk masuk ke dalam barisan Bhineka Tunggal Ika. Mereka berangkat
menumpang bus khusus.
Sesampainya di Istana Bogor, mereka diminta
berdandan. semua sudah disediakan, mulai dari pakaian kebaya, kain,
cemara untuk sanggul hingga selop sepatu. Sang periasnya adalah Maryati,
penyanyi keroncong.
Saat barisan Bhineka Tunggal Ika sudah
berdandan, para pagar ayu diminta berbaris dan menempati posisinya
masing-masing untuk siap-siap menerima tamu.
Saat itu Heldy memilih berdiri di pojok, takut dilihat Bung karno. Apalagi ketika itu, kebayanya kelihatan kedodoran dan sanggulnya terasa ogleg.
Nah, ketika Presiden Soekarno memasuki ruangan untuk melihat barisan Bhineka Tunggal Ika, matanya mendadak menatap Heldy. Melalui ajudannya, Heldy lalu dipanggil Soekarno. Kakinya bergetar, hatinya berdebar.
Soekarno kemudian menegurnya. "Sanggulmu salah, bukan begini. Juga kebaya dan kainmu. Siapa yang mendadanimu?" "Ibu Maryati Pak."
Setelah
itu, pertemuan antara Soekarno dengan Heldy terjadi kembali, saat
anggota barisan Bhineka Tunggal Ika diwajibkan menyanyi di depan
presiden, satu persatu. Dari sekian anggota, Heldy mendapat urutan nomor
satu untuk menyanyi.
Ia pun tarik olah vokal, menyanyikan lagu
asal Kalimantan. Usai menyanyikan lagu berjudul 'Bajiku Batang (padi),
Bung Karno meminta Heldy untuk menyanyikannya sekali lagi.
Pertemuan selanjutnya terjadi saat Yus kakak kandung Heldy meminta ke Istana untuk menjadi pagar ayu kembali.
Saat
Bung Karno masuk ruangan, kedua matanya menyapu semua sudut ruangan.
Lalu, Bung Karno memperhatikan Heldy yang ketika itu mengenakan kebaya
warna hijau. Lalu dipanggilah Heldy.
Lagi-lagi gadis itu dengkulnya gemetaran. Ia berjalan perlahan menghampiri Bung Karno. Setelah mendekat, Bung Karno dengan suaranya yang khas bertanya. "Kemana saja kau? Sudah lama tidak kelihatan?" "Sakit Pak," jawab Heldy.
"Bohong, kau pacaran. Saya lihat kau di Metropole (sekarang Megaria) sedang menonton film." "Tidak Pak..." Kemudian Soekarno mengutarakan niatnya. "Nanti kalau lenso sama aku ya, sini kau duduk dekat aku."
Karuan saja, hati Heldy berkecamuk, antara takut, senang dan gemetar. Ia takut melakukan kesalahan saat lenso dengan presiden. Untungnya, selama di Jakarta, ia pernah diajari menari lenso oleh kakaknya. Malam itu, tamu negara yang hadir diantaranya ada Titiek Puspa, Rita Zahara dan Feti Fatimah.
Heldy lalu duduk di kursi yang
letaknya persis di belakang presiden. Selama ini siapapun yang dipilih
Bung Karno untuk menari lenso, selalu duduk di dekatnya. Saat berlenso
dimulai. Bung Karno mulai mengajak Heldy.
adis itu diam membisu tak berani menatap wajah sang presiden. Bung Karno lalu berbisik. "Siapa namamu?" "Heldy..." "Boleh aku datang ke rumahmu? Sekolahmu?" "Kelas dua SKKA."
Dialog terus berlangsung. Bung Karno semakin gencar
mengajukan pertanyaan. "Berapa umurmu?" "Delapan belas tahun." "Hmmmm...
cukup," kata Bung Karno. Heldy sendiri mengaku tidak pernah tahu apa
arti dari ungkapan Bung Karno yang mengatakan cukup.
Keduanya
terus berlenso diikuti irama musik dan nyanyian dari para tamu yang
dilantunkan secara serentak penuh hentak. Syairnya kira-kira begini:
'Baju hijau siapa yang punya, baju hijau siapa yang punya, baju hijau
siapa yang punya, baju hijau bapak yang punya'
Lagu itu berulang-ulang dinyanyikan hingga tepukan tangan membahana di seantero ruangan.
Esoknya,
Heldy mulai merasa tidak nyaman saat bersekolah. Ia merasa ada yang
mengawasinya. Bahkan, ia merasa tak sebebas dulu saat berteman dengan
teman-temannya di sekolah.
Bahkan, Zulkifli, teman Heldy yang kerap bertandang ke rumah Heldy, tak lagi berani mendekat.Apalagi, beberapa bulan setelah itu, Zulkifli pernah melihat Heldy pergi ke dokter THT dikawal orang Istana. Penampilannya tetap sederhana, namun auranya begitu memancar. (Bersambung....)