Kejati Kalbar Masih Kejar 10 DPO, Sudah Terima SPDP Tipikor Bengkayang dan Melawi
Terkait dua kasus tipikor ini, sebelumnya telah digelar rakor antara KPK, Polda Kalbar, Bareskrim Polri, serta Tim Auditor BPK RI
Penulis: Hadi Sudirmansyah | Editor: Didit Widodo
Laporan wartawan Tribun Pontianak, Hadi Sudirmansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, TRIBUN – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar telah menerima Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Polda Kalbar terkait penanganan perkara tindak pidana korupsi (tipikor) di Kabupaten Melawi dan Kabupaten Bengkayang.
Pernyataan itu disampaikan langsung Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalbar, Baginda Polin Lumban Gaol usai apel peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ( HBA) ke 59 tahun 2019 di Kajati Kalbar, Senin (22/7/2019).
“Kita sudah terima SPDP terkait penanganan perkara tipikor oleh Polda Kalbar. Tapi belum ada tersangkanya, termasuk kerugian negara belum di ketahui. Karena ini ditangani penyidik Polda Kalbar, silakan koordinasi dengan mereka," kata Baginda.
Baca: Pemkot Sediakan Wifi Gratis di Taman Kota, Dukung Kreativitas Milenial
Baca: Tinjau Papan Reklame Roboh di Terjang Angin Kencang, Ini Penjelasan Dispenda Kubu Raya
Selian itu, Kajati Kalbar menyatakan pihaknya masih terus memburu 10 orang yang masih masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Ia pun mengapresiasi jajarannya yang telah berhasil menangkap dua DPO baru-baru ini. "Kita apresiasi pada mereka, tapi itu bagian dari pekerjaan. Yang saya apresiasi adalah tekad mereka memburu dan mencari dari Jakarta hinggga ke Surabaya," kata Kajati Kalbar
Dalam kesempatan itu Kajati Kalbar mengharapkan dalam HBA ke 59 tahun 2019, agar jajarannya terus meningkatkan SDM, disiplin, konsisten menjalankan tugas hingga meningkatkan kemampuan.
Sementara itu, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kalbar, Muhammad Mikroj menjelaskan soal SPDP kedua perkara tipikor yang ditangani Polda Kalbar telah diterima sekitar sepekan lalu.
Ditreskrimsus Polda Kalbar memang menangani dua pekara tipikor dugaan penyimpangan pembangunan Masjid Agung di Melawi yang bersumber dana APBD Melawi tahun 2012-2015 sebesar Rp 13 miliar dan dugaan penyimpangan penyaluran bantuan khusus desa di Bengkayang yang bersumber dari APBD Bengkayang tahun 2017 sebesar Rp 20 miliar.
Terkait dua kasus tipikor ini, sebelumnya telah digelar rakor antara KPK, Polda Kalbar, Bareskrim Polri, serta Tim Auditor BPK RI.
Namun Kapolda Kalbar Irjen Pol Didi Haryono menegaskan pihaknya (Ditreskrimsus Polda Kalbar) tetap akan menangani terus kedua pekara tipikor ini.
Dalam rilis pengungkapan dan penanganan perkara dugaan Tipikor penyimpangan penyaluran dana Bantuan Khusus Desa yang bersumber dari APBD Kabupaten Bengkayang Tahun 2017, Polda Kalbar menghadirkan bukti sitaan uang tunai sekitar Rp 6 miliar lebih yang diamankan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalbar.
Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Pol Donny Charles Go bersama Wakil Direktur Reskrimsus AKBP Patromo Satriwawan mengungkapkan uang Rp 6.690.693.000 diamankan dalam rangka penyelamatan keuangan negara ( recovery asset ) karena terindikasi tindak pidana korupsi penyimpangan penyaluran dana bantuan khusus (basus) dari BPKAD Kabupaten Bengkayang kepada Kepala Desa di Wilayah Kabupaten Bengkayang yang bersumber dari APBD Kabupaten Bengkayang.
Dari hasil pemeriksaan sementara penyidik, bahwa ada langkah langkah yang tidak dilakukan berdasarkan peraturan dana desa yaitu mengajukan proposal. Di sini menurut Polda Kalbar sudah menyalahi aturan atau percobaan melanggar hukum.
“Ada dugaan penyimpangan pada penyaluran dana bantuan khusus (bansus) dari BPKAD Kabupaten Bengkayang pada TA 2017 yang dilakukan dengan cara mentransfer ke rekening 48 desa yang berjumlah seluruhnya sebesar Rp 20 miliar,” ungkap Kabid Humas.
Bukti uang yang disita polisi senilai Rp 6.690.693.000 ini adalah dari dari 21 desa yang belum melaksanakan kegiatannya atau penarikan. Sementara dua desa lagi dalam proses penyitaan polisi, maka nominal yang disita akan bertambah. Sedikitnya ada 25 desa lain yang sudah menarik dana tersebut dan itu akan diaudit ulang oleh auditor negara. Aditor juga melibatkan Universitas Tanjungpura untuk mengetahui ada tidaknya kerugian negara dalam pelaksanaannya.