Jual Daging Trenggiling di Pasar, Seorang Pria Ditangkap Polisi
MA sendiri sebenarnya mengetahui bahwa daging trenggiling tersebut dilarang untuk diperjual belikan.
Penulis: Alfon Pardosi | Editor: Jamadin
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Alfon Pardosi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, LANDAK - Jajaran Sat Reskrim Polres Landak berhasil menangkap penjual satwa yang dilindunggi, Trenggiling di Pasar Laut Ngabang, Selasa (6/11/2018) pagi.
Kapolres Landak AKBP Bowo Gede Imantio melalui Kasat Reskrim Iptu Idris Bakara menerangkan, penjual daging Trenggiling tersebut adalah MA (24) warga Dusun Ampar Saga II, Desa Amboyo Inti, Kecamatan Ngabang.
Diceritakan Idris, saat itu anggotanya mendapatkan laporan bahwa di Pasar Laut Ngabang ada sesorang yang memperjual belikan daging trenggiling.
"Anggota kita kemudian melakukan pengecekan ke Pasar Laut, dan didapati seorang laki-laki yang menggunakan sepeda motor membawa binatang jenis trenggiling," ujar Iptu Idris kepada Tribun pada Rabu (7/11/2018).
Dijelaskannya lagi, daging treggiling terdebut disimpan di dalam keranjang yang sudah dipotong-potong, dan sebagian daging sudah terjual.
Selain trenggiling, pelaku juga membawa binatang lain yaitu babi hutan dan kura-kura untuk diperjual belikan. Kemudian pelaku dan barang bukti langsung dibawa ke Mapolres Landak.
"Jadi ada dua ekor trenggiling yang dia jual, namun sudah dipotong-potong dan sudah tidak bersisik. Keterangan dari pelaku, hewan tersebut didapat dari daerah Sandai, Ketapang," jelas Kasat.
Baca: Yusnani: Pembangunan Infrastruktur Air Bersih Dimulai 2019
Selain itu lanjut Idris, daging tringgiling dibelinya dari Sandai dengan harga sekitar Rp 40 ribu per kilo. Kemudian dijual kembali sekitar Rp 80 ribu per kilo. "Pengakuan pelaku, ini kali kedua dia menjual," ungkap Idris.
MA sendiri sebenarnya mengetahui bahwa daging trenggiling tersebut dilarang untuk diperjual belikan. Namun karena banyaknya pesananan, dan bosnya di Sandai juga menjual daging babi hutan harus satu paket dengan daging trenggiling.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pelaku akan dikenakan undang-undang tentang satwa yang dilindungi. Sebagaimana yang dimaksud pasal 21 Ayat 2, jo Pasal 40 ayat 2 UU no 5 tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam. "Dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara," tutup Idris.