Sosok Syech Ali, Pemulung Tuna Wicara yang Kini Menjadi Haji
Sosok Syech Ali memang lebih menarik perhatian dibandingkan jemaah lainnya, dia adalah satu-satunya jemaah disabilitas.
Penulis: Maudy Asri Gita Utami | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Wahidin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINTANG- Raut wajah bahagia bercampur haru terlihat jelas dari seorang jemaah haji Kabupaten Sintang bernama Syech Ali ketika menginjakan kakinya kembali di Bumi Senentang, tepatnya di Halaman Kantor Bupati Sintang, Sabtu (15/9/2018) pagi.
Ali bersama jemaah lainnya disambut hangat sanak keluarga serta kerabat yang pagi itu telah lama menunggu.
Sosok Syech Ali memang lebih menarik perhatian dibandingkan jemaah lainnya, dia adalah satu-satunya jemaah disabilitas.
Baca: Jangan Takut, Presentasi di Depan Kelas Bisa Bawa Banyak Manfaat Loh
Baca: Beginilah Suasana Kunjungan Maruf Amin ke Tribun Pontianak
Masyarakat Sintang memang tidak asing dengan sosok Ali. Diketahui sehari-harinya Ali sebagai seorang pemulung kardus, sosoknya yang ramah dan keterbatasannya sebagai tuna wicara (Bisu-Red) membuat kita mudah mengingatnya.
Kakak kandung Ali, Syarifah Imamah yang datang langsung menjemput kedatangan adiknya pun tak kuat menahan haru. Dia mengatakan bahwa berhaji merupakan cita-cita Ali sejak kecil, meski dengan keterbatasan yang ada.
"Jadi dari kecil dia sudah punya niat untuk pergi haji, ngumpul uang receh demi receh. Kurang lebih 30 tahun dia ngumpulkannya, dia kerja ngumpul kardus, jual pancing ke daerah hulu. Dia tabung uangnya," jelasnya.
Diketahui bahwa Ali mendaftarkan haji pada tahun 2011 dengan bermodalkan uang 25 juta yang telah dikumpulkan berpuluh tahun.
Namun di tahun 2018 inilah, Allah SWT memanggilnya ke Baitullah untuk menunaikan rukun Islam kelima.
Sebelum Ali berangkat ke tanah suci, Syarifah Imamah memang telah menitipkan adiknya itu ke ketua regu, Pak Sulistyono.
Berkat kebaikan hati Sulistyono ini lah Ali dapat memegang Ka'bah dan terlarut dalam haru.
"Berkat Pak Sulistyono, Ali dua kali dia bisa megang Ka'bah, sampai dia nangis-nangis ingat Ka'bah. Untung ada yang menarik dia kalau tidak dia tidak mau lepas dari Ka'bah karena itu kiblat kita umat Islam," jelasnya.
Selama berada di tanah suci, dia mengatakan bahwa adiknya itu tidak mengalami kendala karena dibimbing ketua regu.
Bahkan jalan kaki sejauh 7 kilometer dalam tiga hari berturut, Ali kerjakan bersama jemaah lainnya.
"Karena yang selalu membimbing dia ketua regu, tidak lepas. Jadi kalau tawaf tetap dia dipimpin, karena Pak Sulistyono bilang kalau istrinya hilang atau lepas bisa bertanya, tapi kalau Ali lepas bagaimana ia bertanya," pungkasnya.