Kendalikan Defisit Neraca Transaksi Berjalan, Ini Kebijakan Pemerintah
Perkembangan perekonomian global saat ini telah memberikan dinamika yang tinggi terhadap neraca transaksi berjalan
Penulis: Tri Pandito Wibowo | Editor: Madrosid
Laporan Wartawati Tribun Pontianak, Maskartini
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Perkembangan perekonomian global saat ini telah memberikan dinamika yang tinggi terhadap neraca transaksi berjalan (current account) dan mata uang di banyak negara, termasuk Indonesia.
Kemenkeu RI melalui siaran pers mengungkapkan pada semester I 2018, defisit neraca transaksi berjalan Indonesia mencapai USD13,5 miliar atau 2,6 persen terhadap PDB.
Salah satu penyebab defisit transaksi berjalan adalah pertumbuhan impor (24,5 persen year to date Juli 2018) yang jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekspor (11,4 persen year to date Juli 2018).
Baca: Wabup Pamero Ingatkan Masyarakat Bijaksana Sikapi Perkembangan Politik
Pemerintah memandang perlu untuk mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan untuk menjaga fundamental ekonomi Indonesia.
Untuk itu, Pemerintah menjalankan sejumlah bauran kebijakan.
Pemerintah melakukan tinjauan terhadap proyek-proyek infrastruktur Pemerintah khususnya proyek strategi nasional, implementasi penggunaan Biodiesel (B-20) untuk mengurangi impor bahan bakar solar.
Selain itu juga melakukan tinjauan kebijakan Pajak Penghasilan terhadap barang konsumsi impor untuk mendorong penggunaan produk domestik.
Pemerintah telah melakukan tinjauan terhadap barang-barang yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 132/PMK.010/2015, PMK 6/PMK.010/2017 dan
PMK 34/PMK.010/2017.
Baca: Gara-gara Diisukan Gulingkan Donald Trump, Wapres Amerika Jalani Tes Kebohongan
Proses tinjauan dilakukan secara bersama-sama oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kantor Staf Presiden.
Tinjauan dilakukan dengan mempertimbangkan kategori barang konsumsi, ketersediaan produksi dalam negeri, serta memperhatikan perkembangan industri nasional.
Hasil tinjauan menyimpulkan bahwa perlu dilakukan penyesuaian tarif PPh Pasal 22 terhadap 1.147 pos tariff dengan rincian sebagai berikut;
Sebanyak 210 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 7,5 persen menjadi 10 persen. Termasuk dalam kategori ini adalah barang mewah seperti mobil CBU, dan motor besar.
Kenaikan juga akan dilakukan pada 218 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 10 persen. Termasuk dalam kategori ini adalah seluruh barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi di dalam negeri seperti barang elektronik (dispenser air, pendingin ruangan, lampu), keperluan sehari hari seperti sabun, sampo, kosmetik, serta peralatan masak/dapur.
Selanjutnya 719 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen. Termasuk dalam kategori ini seluruh barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya. Contohnya bahan bangunan (keramik), ban, peralatan elektronik audio-visual (kabel, box speaker), produk tekstil (overcoat, polo shirt, swim wear).
Kebijakan untuk melakukan pengendalian impor melalui kebijakan Pajak Penghasilan bukan merupakan kebijakan yang baru pertama kali dilakukan Pemerintah.