Dorong Audit Ulang Modal Investasi Rp 3,7 Triliun, Pengamat Erdi Abidin Sampaikan 10 Hal Ini

Erdi mengatakan akar permasalah yang penting untuk diselesaikan adalah dengan melakukan audit ulang atas modal investasi senilai Rp3,7 triliun

Penulis: Tri Pandito Wibowo | Editor: Madrosid
TRIBUNPONTIANAK/ISTIMEWA
Pengamat Kebijakan Publik Untan, DR Erdi Abidin MSi. 

Laporan Wartawati Tribun Pontianak, Maskartini
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Beredarnya surat penghentian sementara beberapa pabrik kelapa sawit dan pembelian TBS Plasma serta pihak III oleh PTPN XIII, menuai beragam tanggapan tak terkecuali dari Pengamat Kebijakan Publik Untan, DR Erdi Abidin MSi.

Erdi mengatakan akar permasalah yang penting untuk diselesaikan adalah dengan melakukan audit ulang atas modal investasi senilai Rp3,7 triliun yang dianggap belum clear.

Awal tahun 2018 barusan PKS dapat suntikan dana segar sebesar Rp 250 miliar dan reparasi kebun inti senilain Rp 350 miliar, tetapi suntikan dana itu tidak membekas.

Baca: Peserta Khitan Massal Sempat Menangis dan Menolak Untuk Dikhitan, Begini Suasananya

Namun kata Erdi PKS tetap rusak dan bahkan ditutup seperti Pabrik Ngabang. Dana habis tetapi tidak memberi efek perbaikan secara signifikan.

Menanggapi surat tersebut, pertama Erdi melihat PTPN mau lepas tangan atas kegoncangan cash flow yang menyebabkan operasional perusahaan terganggu.

Kedua, PTPN XIII cenderung menyerahkan masalah yang telah mereka ciptakan ke Pemda yang selama ini mereka belakangi.

Ketiga, wujud ketidakadilan dalam pembelianTBS milik plasma, sementara TBS inti tetap diolah.

Keempat, kondisi PTPN ini adalah akibat kinerja manajemen rendah karena karyawan lebih banyak mengurus berkas ketimbang produksi sehingga rasio antara pekerja yang urus kertas dengan mereka yang mengurus produksi adalag 60 berbanding 40.

Baca: Promosikan Lipstik, Gaya Berpakaian dan Pose Aurel Hermansyah Jadi Sorotan

Kelima, kondisi managemen asal bapak senang, dimana dirut menempatkan orang-orang yang tidak "on the right men on the right place" atau menempatkan orang tidak cocok dengan keahlian.

Keenam, rangkap jabatan dimana penempatan orang yang sama pada anak perusahaan karena dianggap bagian dari proyek gagal yang mesti ditutup informasinya ke publik.

Ketujuh, tidak bekerjanya komisaris sebagai fungsi kendali dalam setiap kebijakan direksi.

Kedelapan, strategi menutup kegagalan agar tidak memancing petani plasma untuk melakukan tindakan pemagaran kebun inti akibat tidak dibelinya TBS dari kebun plasma.

Kesembilan, sebagai upaya managemen PTPN XIII agar negara ikut bertanggungjawab atas kewajiban perusahaan kepada para pihak dimana selama ini kementerian BUMN yabg seharusnya ikut memantau operaaional tidak melakukan fungsinya secara baik.

Kesepuluh, sebagai upaya melepas tabggung jawab atas cicilan hutang PTPN XIII yang cukup besar. Cicilan hutang berikut bunga yang harus dibayar PTPN XIII per hari adalah Rp1 miliar atau Rp Rp31 miliar per bulan hingga 2030, ditambah biaya operasional sebesar Rp 145 miliar per bulan sehingga PTPN XIII mengalami ketekoran sebesar Rp 60 sampai dengan Rp70 miliar per bulan.

Itulah kiranya sehingga surat di atas secara umum boleh ditanggapi sebagai upaya Direksi dan Komisaris PTPN XIII kompak untuk menyerahkan masalah ini kepada pemda dan pemerintah karena sudah tidak mampu mengendalikan emosi karyawan dan petani di lingkup perusahaan negara tersebut.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved