Gadis Cantik Ini Dirikan Koperasi Sampah untuk Berdayakan Pemulung di Pontianak

"Sudah ada beberapa produk juga yang kami coba pasarkan," kata Maya, Rabu (1/11/2017).

Penulis: Muzammilul Abrori | Editor: Nasaruddin
IST
Maya Andzela, pendiri KOSKA. 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Claudia Liberani

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Berawal dari rasa iba yang muncul karena sering melihat pemulung di tepi jalan, Maya Andzela (22) menginisiasi sebuah koperasi yang bertujuan untuk memberdayakan pemulung-pemulung di Pontianak. Koperasi ini dinamakan Koperasi Sampah Khatulistiwa (KOSKA). 

Koperasi yang dia dirikan bersama empat teman lainnya pada 5 Mei lalu kini telah menjadi rumah bagi 20 anggota yang diajari untuk membuat kompos dan kerajinan tangan. 

Bertempat di Batu Layang, 20 anggota ini dilatih untuk membuat kerajinan tangan dari beberapa jenis sampah, seperti: botol plastik, botol sirup, plastik kresek, kardus dan koran.

(Baca: Foto-foto Razia Operasi Zebra, Pengendara Dikenakan e-Tilang )

"Sudah ada beberapa produk juga yang kami coba pasarkan," kata Maya, Rabu (1/11/2017). 

Maya menuturkan awalnya dia sering melihat seorang pemulung tua yang kerap mangkal di Imbon, rasa iba muncul tiap kali melihat dia mendorong gerobaknya. Pada suatu kesempatan Maya mencoba mendekati pemulung tersebut. 

"Saya kasihan, beliau yang sudah lanjut usia tapi membawa sampah seberat itu dan yang lebih menyedihkan, hasilnya cuma 15 ribuan per hari," ujarnya. 

Gadis berkerudung yang kuliah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura ini mengatakan dia pernah mencoba mengangkat gerobak pemulung tersebut, dan itu sangat berat. 

(Baca: Salurkan KUMI, Anggota Komisi XI DPR Harap Tiga Channel Ini Tak Minta Agunan )

Berbekal informasi yang didapat dari bapak pemulung tersebut, Maya mendatangi pemulung lainnya di TPS didekat PU dan mereka mengobrol banyak mengenai pendapatan yang mereka peroleh sehari-hari. 

"Ternyata mereka biasanya hanya dapat 500 ribu dalam sebulan, itu juga setelah kerja habis-habisan," ucapnya.

Pertemuan tersebut membuatnya berpikir keras bagaimana caranya agar sampah yang pemulung-pemulung kumpulkan menjadi bernilai jual tinggi. 

Tahun 2015 dia pergi ke Jepang dan di sana, di tempat mengolah sampah, tidak didapati sampah sama sekali. Bahkan asap yang dihasilkan dari proses pengolahan sampah itu adalah asap yang bening tanpa kandungan berbahaya.

"Saya pikir memang karena Jepang sudah maju, makanya sistemnya bisa sekeren itu tapi ada terbesit keinginan untuk berbuat sesuatu sepulangnya saya dari jepang," katanya berseri-seri. 

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved