Berita Video
Inilah Mitos Batu Tingkeh Keramat di Desa Nanga Raun
Lalu panglima Dayak Kalteng tersebut, ingin menguasi Batang Mandai dari tanggan Panglima Perang merupakan Suku Dayak Olungdaan yaitu Lagisiding.
Penulis: Sahirul Hakim | Editor: Mirna Tribun
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Sahirul Hakim
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KAPUAS HULU - Di dalam perjalanan menuju Riam Teset, Wartawan Tribun Pontianak juga mendapatkan kesempatan untuk mengenal batu Tingkeh (baru coba), dimana batu ini memiliki cerita mitos yang sangat dipercayakan oleh masyarakat setempat.
Menurut cerita Tokoh Masyarakat Desa Nanga Raun Dusun Tilung dan Dusun Nanga Arung Kecamatan Kalis, Aloysius Logit, Batu Tingkeh dimaksudkan Ponyang (peralatan perang) miliknya Bungai dan Tambun adalah Panglima Besar Dayak dari Kalimantan Tenggah.
Lalu panglima Dayak Kalteng tersebut, ingin menguasi Batang Mandai dari tanggan Panglima Perang merupakan Suku Dayak Olungdaan yaitu Lagisiding.
Namun Panglima perang Dayak Olungdaan tidak ingin melepas kekuasan itu kedua panglima besar dari Kalteng tersebut.
"Boleh mereka merebut kekuasan itu, harus melalui persyaratan yaitu mampu berlari di atas air ke sungai meroin membawa batu tingkeh. Namun kedua panglima itu gagal tidak mampu melawan Panglima Perang Suku Dayak Olungdaan itu," jelasnya.
Sehingga batu tingkeh tersebut jatuh dikarangan sungai mandai. Hingga sekarang ini batu itu masih ada terlibat.
"Dulu batu itu kecil mampu diangkat dengan tanggan, tapi sekarang sudah besar hingga tak mampu diangkat dengan tanggan. Batu itu sering diretual dan diberi makan dengan, pulut, rokok, sirih pinang, ayam, babi, darah ayam dan babi. Itu bagi percaya kami," ucapnya.
Menurutnya, Batu Tingkeh itu dianggap tempat keramat bagi masyarakat Desa Nanga Raun.
"Kalau menggangu batu itu, akan mendapatkan hukum adat setempat. Karena tempat karamat bagi masyarakat," ungkapnya.